Jumat, 07 Desember 2007

Dirjen Pajak jangan kecil hati

[Indonesia Care Group] - Belum lama ini Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Darmin Nasution didemo oleh pengunjuk rasa yang menuntut agar pemerintah mengusut tuntas persekongkolan manipulasi harga jual dan keuntungan perusahaan batu bara serta mengusut keterlibatan aparat pajak yang terindikasi penggelapan pajak.

Kami memprediksi, ke depan intensitas demo seperti ini akan lebih dilakukan di depan Kantor Ditjen Pajak dengan berbagai motivasi. Misalnya faktor persaingan usaha, tetapi bisa juga merupakan upaya untuk pengalihan isu penggelapan pajak yang lebih besar. Meskipun demikian, secara positive thinking kita bisa melihatnya sebagai bentuk kepedulian rakyat terhadap penerimaan pajak.

Namun terlepas dari semuanya itu, aksi demo seperti ini seharusnya tidak membuat kecil hati atau pun melemahkan semangat Dirjen Pajak dan jajaran aparat pajak. Justeru bisa dijadikan vitamin bagi Dirjen Pajak dan jajarannya untuk mendorong tegaknya law enforcement di bidang perpajakan.

Seperti diketahui, Dirjen Pajak saat ini sedang menghadapi mega kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri yang diberitakan mencapai lebih dari Rp1,3 triliun.

Tentu saja, hal ini akan menjadi prestasi yang luar biasa bagi Ditjen Pajak apabila aparatnya berhasil membuktikan dugaan penggelapan pajak tersebut. Apalagi Menkeu Sri Mulyani secara pesimistis sudah memberikan warning kepada aparat Ditjen Pajak bahwa kinerja mereka belum maksimal. Penilaiannya ini tentu berkaitan dengan upaya pencapaian target pendapatan yang dihimpun dari penerimaan pajak belum memenuhi harapan.

Kami mengharapkan Dirjen Pajak dan aparatnya semakin semangat dan bekerja efektif untuk membekuk pengusaha penggelap pajak yang menggerogoti keuangan negara dan bangsa?
[Sumber : BISNIS INDONESIA. Tulisan ini juga bisa dilihat di :

Selasa, 04 Desember 2007

Pemeriksaan Kasus BLBI Jangan Menabrak Hukum

[BLBI Monitor Network] - Pemeriksaan atas kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) hendaknya jangan menabrak hukum. Jika terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat hukum dalam kasus ini, maka diprediksi akan meruntuhkan semua bangunan kepercayaan dunia usaha nasional dan internasional. Sebaiknya, Kejaksaan Agung bijaksana dan berhati-hati dalam penanganan masalah ini.

Seperti diberitakan media massa, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) M. Salim menjelaskan bahwa pengusaha Anthony Salim diperiksa tim penyidik Kejaksaaan Agung pada Kamis (6/12) terkait kasus BLBI. Pertanyaan kita adalah, ada apa dengan Anthony Salim? Pertanyaan ini sangat penting, karena seperti yang sudah menjadi konsumsi media, setidaknya beberapa hal penting yang perlu diketahui publik kembali. Pertama, BCA yang menerima BLBI telah menyelesaikan sendiri pinjaman BLBI melalui program rekapitalisasi, dimana BLBI dikonversi menjadi saham dalam BCA sehingga pemerintah memiliki 92,8% saham BCA.

Kedua, Keluarga Salim sebagai eks pemegang saham pengendali BCA mengadakan perjanjian dengan pemerintah (Menkeu dan Ketua BPPN/Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dalam bentuk Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA), yaitu penyelesaian kewajiban Keluarga Salim dengan cara asset settlement, yang dinilainya setara dengan jumlah Keluarga Salim, tanpa disertai jaminan pribadi.

Ketiga, Salim telah menyelesaikan seluruh kewajibannya berdasarkan MSAA. BPPN menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) pada tanggal 11 Maret 2004 yang menyatakan bahwa Keluarga Salim telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada BPPN sebagaimana yang dipersyaratkan dalam perjanjian MSAA. Karena itu, Keluarga Salim diberikan pembebasan dan pelepasan dalam rangka pemberian jaminan kepastian hukum. Kini, masalah BLBI diributkan kembali dan menjadi perhatian Kejakgung. Mudah-mudahan pemeriksaan yang dilakukan bisa memberikan kejernihan dalam masalah ini, bukan malah menjadi sumber persoalan yang lebih besar bagi bangsa ini.

[Sumber : LIPUTAN 6. Tulisan ini juga bisa dilihat di : BISNIS INDONESIA,

Kamis, 25 Oktober 2007

Pemerintah meremehkan kenaikan harga minyak

[Indonesia Care Group] Pernyataan-pernyataan pemerintah, baik Wapres Jusuf Kalla maupun Menko Perekonomian Boediono terkesan meremehkan dampak kenaikan harga minyak. Akan lebih bijaksana jika pemerintah mempersiapkan langkah-langkah antisipasi yang matang. Kita tidak boleh meremehkan dampak kenaikan harga minyak dunia saat ini.

Mungkin saja dampak fiskal kenaikan harga minyak bisa dikendalikan pada jangka pendek, apalagi penerimaan fiskal memang meningkat. Namun jangan lupa, subsidi minyak juga akan bertambah. Artinya, kalkulasi akhirnya bisa fifty-fifty. Bisa positif tapi bisa pula negatif, semuanya tergantung dari kemampuan kita meningkatkan produksi dalam negeri.

Jika produksi minyak mentah bisa ditingkatkan tentu akan menolong penerimaan APBN. Sayangnya, kenaikan produksi tampaknya sulit digenjot, bisa-bisa produksi kita malah kurang dari 1 juta barrel per hari. Sementara subsidi tetap harus digelontorkan. Jika harga minyak menembus angka US$100 AS per barel dan berlangsung lama pada 2008, bisa ditebak bahwa perekonomian kita bakal kelabakan.

Bukan itu saja, kenaikan harga minyak juga akan meningkatkan harga-harga di pasar global, akibatnya tentu inflasi yang membubung tinggi. Inflasi biasanya direspons oleh bank-bank di negara maju untuk meningkatkan suku bunga. Ini sangat berbahaya, apalagi pasar modal yang terlihat paling sensitif akibat situasi seperti ini sudah memberikan sinyal-sinyal negatif.

Kami menyarankan, mestinya pemerintah tidak meremehkan situasi global seperti ini. Akan lebih bijaksana jika menteri-menteri ekonomi terkait segera mengambil langkah-langkah antisipasi kalau-kalau terjadi dampak buruk atas kenaikan harga minyak. Syukur-syukur pejabat kita bisa mendeteksi lebih dini untuk mencegah hadirnya dampak buruk situasi global tersebut. Semoga. [Sumber : BISNIS INDONESIA. Tulisan ini juga bisa dilihat di :

Senin, 22 Oktober 2007

Kecewa Pengangkatan Tim Sukses SBY-JK di Sejumlah BUMN

[The Indonesia Watch] - Kami sungguh prihatin dan kecewa membaca berita bahwa sejumlah tim sukses SBY-JK kini memperoleh kompensasi dengan menduduki sejumlah posisi penting di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mengapa ? terus terang, kejadian demikian sama sekali bukan pembelajaran yang baik bagi bangsa, bahkan bisa menjadi preseden buruk bagi kepemimpinan nasional ke depan. Parah sekali jika pemimpin nasional berganti, model seperti ini dilestarikan oleh penerusnya.

Dalam pandangan kami, akan lebih baik dan elegan, apabila para tim sukses di masa lalu tersebut dapat dtempatkan di perusahaan-perusahaan milik keluarga SBY, maupun di perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kolompok usaha JK. Dapat juga ditempatkan di perusahaan-perusahaan milik simpatisan SBY - JK. Dengan demikian bisa menepis upaya politisasi isu penempatan sim sukses SBY – JK di perusahaan BUMN, jika ada.

Media massa mencatat sejumlah tim sukses kini menjadi komisaris dan dewan pengawas di sejumlah BUMN, seperti Mayjen (Purn.) Samsoeddin (mantan Sekjen Tim Kampanye) menjadi Komisaris Jasa Marga, Umar Said (mantan Ketua Seksi Kampanye) menjadi Komisaris Pertamina, Brgjen Rubik Mukav (mantan Ketua Seksi Pengumpulan dan Pengolahan Data) menjadi Dewan Pengawas TVRI, Hazairin Sitepu (mantan Waka Seksi Pengumpulan dan Pengolahan Data) menjadi Ketua Dewan Pengawas TVRI, Dino Patti Djalal menjadi Komisaris PT Danareksa.

Selain itu ada juga nama Mayjen (Purn) Soeprapto (mantan Ketua Seksi Pembinaan, Penggalangan, dan Pengerahan Massa) sebagai Komisaris Indosat, yahya Ombara (Sekretaris Seksi Pembinaan, Penggalangan dan Pengerahan Massa) sebagai Komisaris PT Kereta Api Indonesia (KAI), Mayjen (Purn) Sulatin (mantan Koordinator Wilayah Sulawesi) sebagai Dewan Pengawas Bulog. Beberapa mantan anggota Tim Khusus juga memperoleh jabatan komisaris, seperti Andi Arif (Pos Indonesia), Heri Sebayang (PTP Sumatera Utara), Syahganda Nainggolan (PT Pelindo). Tidak tertutup kemungkinan masih ada nama lain yang tidak termonitor media.

Oleh sebab itu ke depan, sebaiknya Presiden dan Menteri Negara BUMN dapat menetapkan kriteria-kriteria yang jelas mengenai pengangkatan pengurus BUMN ini. Jika perlu dimasukkan klausul bahwa pihak-pihak yang terafiliasi dengan kekuasaan diminimalisasi, agar pemikiran negatif bahwa BUMN seringkali jadi bulan-bulanan dan "sapi perah" kekuasaan, mulai bisa dihilangkan.Terus terang, bangsa ini belum menjadi bangsa yang senang-gembira, kita masih susah dengan berbagai persoalan rakyat sehari-hari. Jangan lagi ditambah dengan persoalan-persoalan lain yang kita sendiri paham betul penyelesaiannya sulit. Kami sangat berterima kasih, jika Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil dapat menjelaskanmasalah ini kepada karyawan BUMN dan juga kepada publik – sebagai stakeholder BUMN. (*)

Kamis, 18 Oktober 2007

Kecewa Kelakuan Artis Ahmad Dhani

[The Celebrity Watch] - Kami sungguh kecewa atas kelakuan selebritis Ahmad Dhani – pentolan Grup Musik Dewa. Rupanya persengketaan rumah tangganya dengan isterinya, Maia Estianty yang pernuh dinamika dan dramatis itu, ujung-ujungnya adalah permintaan Dhani untuk bisa berpoligami alias kawin lagi. Pelajaran buruk yang diberikan Dhani adalah : Mengapa harus menyakiti isteri dan anak-anaknya jika persoalannya cuma ingin kawin lagi ?

Seperti ramai dipublikasikan infotainment, Dhani dituding melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangganya, terutama secara psikis kepada isterinya itu. Mulai dari menjauhkan Maia dari anak kandungnya, mengunci pintu rumah, mengeluarkan barang-barang pribadi Maia dari rumahnya, serta tindakan lainnya yang tidak menyenangkan isterinya tersebut.

Belakangan, media massa yang mengutip penasehat hukum Maia, Dhani mengajukan syarat poligami untuk perdamaiannya dengan isterinya. Seharusnya, jika persoalannya cuma ingin berpoligami, Dhani tidak perlu melakukan tindakan-tindakan yang menyakiti isterinya. Apalagi, dalam pandangan kami, permintaan ijin berpoligami pun sudah merupakan penganiayaan – jika tidak disetujui oleh isterinya. Dan, jika tidak disetujui, tentunya kedua belah pihak dengan para penasehat hukumnya masing-masing bisa mengambil keputusan yang terbaik bagi mereka berdua.

Dalam konteks itulah, kami tidak menyarankan Dhani untuk berpoligami. Silahkan saja mengawini wanita lain yang menjadi idamannya, entah itu Mulan Kwok – dulu namanya Wulansari, atau wanita lain. Tetapi kalau yang dikawini itu adalah Mulan, maka seluruh pemirsa televisi akan memiliki kenangan buruk seumur hidupnya terhadap Mulan dan tentu saja Ahmad Dhani.

Pada kesempatan ini, kami juga ingin menyemangati Maia Estianty untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya dan anak-anaknya. Mudah-mudahan kemelut Dhani-Maia segera berakhir, dengan damai, dengan jalannya masing-masing. Harapan kami, Maia bisa menghadapinya lebih tabah, dan semoga Anda lebih sukses dari Mulan maupun Dhani.

Rabu, 17 Oktober 2007

Bang Yos Tidak Usah Kecil Hati

[SOMASI] - Sejak Bang Yos – panggilan akrab Sutiyoso, mendeklarasikan kesediaannya menjadi Presiden RI 2009 – 2014, dia banyak menyedot perhatian publik dan opinion leader. Mulai dari pengamat politik yunior sampai politikus senior, mereka memberikan komentar yang beragam. Banyak yang menyambut suka-cita, tapi tidak sedikit yang meremehkan kapabilitas dan kapasitas Bang Yos - meskipun dia pernah sukses menghantarkan Pemilu maupun Pilkada di Ibukota RI belum lama ini.

Atas tanggapan-tanggapan yang miring tersebut, kami menyarankan agar Bang Yos tidak usah kecil hati. Mengapa ? rakyat juga sudah pintar, tidak semata-mata mendengarkan komentar-komentar itu. Apalagi, publik melihat banyak sekali sisi positif dari personal Bang Yos. Setidaknya dalam catatan kami, ada beberapa kelebihan yang bisa “dijual” oleh Bang Yos.

Pertama, Bang Yos dikenal terus terang, berani bahkan memberi kesan ngotot, tegar, keras, tetap ngotot biarpun ibaratnya dimaki orang. Kedua, dia juga kuat dalam memegang prinsip, karena mendapat sentuhan pendidikan militer, namun tetap bersahabat karena dia pun ikut aktif di berbagai organisasi olahraga dan kebudayaan.

Ketiga, jangan ditanya soal kapabilitas. Selain pernah menjadi Gubernur di Ibukota RI selama 10 tahun, beliau juga Ketua Umum Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI). Sehingga akses dan jaringan kepada Gubernur-Gubernur Kepala daerah Tk I menjadi jauh lebih baik dibandingkan dengan Mendagri. Keempat dan kelebihan Bang Yos seterusnya, tentu masih bisa ditulis lagi secara panjang lebar kiprahnya di berbagai bidang.

Tentu saja, kehadiran Bang Yos sebagai Calon Presiden RI, harus disikapi secara bijaksana. Pemerintah yang sedang berkuasa, maupun partai politik seharusnya menerima dengan lapang dada dan terbuka, deklarasi Bang Yos tersebut. Jangan belum apa-apa sudah dijegal atau dikomentari miring. Toh, siapapun nanti yang akan menjadi Presiden, rakyat juga yang menentukan. Semoga Bang Yos Sukses!

Bang Foke Harus Berani Tegur Pengusaha Mall

Rabu, Oktober 17, 2007

[The Jakarta Watch] - Mungkin Bang Foke – panggilan Gubernur DKI Fauzi Bowo belum mendengar, bahwa banyak warga Jakarta yang belakangan ini kesal. Soalnya sejumlah pusat perbelanjaan diam-diam sudah mencuri start menaikkan tarif parkir kendaraan bermotor sejak 1 Oktober 2007. Padahal, kenaikan tarif parkir seharusnya mendapat persetujuan dari Pemprof DKI Jakarta.

Media massa mencatat sejumlah mall atau pusat perbelanjaan (antara lain Plaza Semanggi, Senayan City, Plaza Indonesia) sudah menaikkan tarifnya dari Rp 2.000 untuk satu jam pertama menjadi Rp 3.000 untuk dua jam pertama – tidak ada lagi tarif untuk satu jam pertama. Tentu saja kenaikan tarif ini merugikan konsumen.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun, sudah bereaksi. Seperti yang disampaikan oleh pengurusnya, Tulus Abadi, YLKI banyak menerima laporan kerugian konsumen. Wajar jika lembaga tersebut menilai bahwa kenaikan tarif parkir yang dilakukan secara sepihak ini tidak pantas. Soalnya, pelanggaran terhadap SK Gubernur DKI Jakarta No. 98 Tahun 2003 yang menetapkan tariff parkir sebelumnya, seharusnya tidak bisa ditolelir, dan wajib ditindak tegas.

Menanggapi persoalan warga ini tentu saja kita semua berharap agar Bang Foke berani menegur pengusaha mall dan pengusaha bisnis perparkiran. Warga ingin agar Bang Foke, Gubernur DKI Jakarta menghentikan tindakan semena-mena yang dilakukan oleh pengusaha pengelola pusat perbelanjaan. Dan, tidak boleh membiarkan masalah ini berlarut-larut.

Jumat, 12 Oktober 2007

Kasus Eric Harus Menjadi Pelajaran Berharga Bagi Camat Lainnya

[The Celebrity Watch] - Kasus penganiayaan yang dilakukan Eric Pahlevi Zakaria Lumbun terhadap istrinya, Mike Deviani Bewinda, akan berdampak pada kelangsungan karirnya sebagai Camat Makasar. Sebab, kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan putra mantan Wali Kota Jakarta Pusat, Hosea Petra Lumbun, telah mencoreng nama baik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.Kasus penganiayaan yang dilakukan Eric terhadap istrinya, menurut media, sudah berlangsung cukup lama. Karena sudah tidak tahan dengan penyiksaan yang dialaminya, akhirnya Mike melaporkan kasus ini ke Polres Metro Jakarta Timur. Aksi kekerasan dilakukan Eric di kediaman mereka di Jalan Warung Sila No 1, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Akibat aksi kekerasan yang dilakukan lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor ini, sang istri menderita luka yang cukup parah di kepala, bibir, dan pipi.Kepala Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) DKI Jakarta, Firman Hutajulu, sudah mengeluarkan statement bahwa kasus yang menimpa Eric Pahlevi tersebut telah sampai pada tahap pengumpulan bukti-bukti dan saksi. Bahkan, apabila kasus ini terus berlanjut hingga sampai pada perkara pidana, maka tidak menutup kemungkinan jabatan Camat Makasar yang dipercayakan kepada Eric akan dicopot. Tidak hanya itu, berdasarkan penyidikan Bawasda, Eric Pahlevi ternyata juga menderita ketergantungan terhadap obat-obat penenang jenis psikotropika.Berkaca kepada persoalan ini, tentu saja sebagai warga, sikap Camat seperti itu sangat memprihatinkan warga. Sebagai pimpinan wilayah, seharusnya Camat bisa jadi teladan. Kalau kelakuanya sendiri tidak bagus gimana bisa menjadi panutan ? Oleh sebab itu para Camat dan pejabat pimpinan wilayah lainnya harus mengambil pelajaran dan hikmah dari kasus Eric ini. Pertama, meskipun lulusan IPDN, hendaknya bisa menahan diri untuk tidak main tangan terhadap isteri atau pun warga. Kedua, harus berjuang untuk menegakkan disiplin kepegawaian, sehingga bisa menjadi panutan bagi aparat lainnya.Terhadap Pemerintah DKI Jakarta, hendaknya melakukan evaluasi ulang terhadap system perekrutan terhadap para karyawan dan pejabatnya. Jangan memperhitungkan latar belakang orang tuanya yang mantan pejabat atau pejabat aktif, tetapi memperhitungkan masalah profesionalisme personalnya (seperti : attitude dan kapabilitas). Bila hal demikian, mudah-mudahan kasus Eric tidak akan berulang. Terima kasih.

Kamis, 11 Oktober 2007

Tidak Rela Atas Perlakuan Hansip Malaysia

[KOINS] - Inilah akibatnya jika rakyat memiliki pemerintahan yang tidak kuat. Meskipun rakyat sudah mengecam habis-habisan tindakan semena-mena yang dilakukan oleh “Rela” atau hansip Malaysia, namun sikap pemerintah Indonesia terkesan sangat lemah. Malah. Pemerintah turut berkomentar seperti rakyat, padahal sebagai pemimpin di negeri ini mereka lebih tepat melakukan tindakan atau aksi atas kejadian ini. Jangan no action, talk only (NATO)!

Ini tentu sangat menyayat hati kita yang sama sekali tidak rela atas perlakuan brutal hansip Malaysia tersebut. Keprihatinan kita semakin bertambah, ketika mendengar, Pemimpin bangsa ini lebih sibuk mengomentari kesiapanannya menghadapi pemilihan presiden 2009 nanti daripada mengurusi rakyatnya. Mau apa jadinya, bangsa Indonesia yang katanya gemah ripah lohjinawi ini. Mengapa kita tidak memiliki pemimpin yang bisa menegakkan harga diri bangsa dan negaranya ?

Sekedar mengingatkan, ada beberapa kebiadaban dan kesemena-menaaan hansip Malaysia dan polisi Malaysia terhadap kita. Pertama, kasus penangkapan terhadap istri atase pendidikan pada Kedubes Indonesia yang sedang belanja di mal. Sang isteri tidak melakukan kesalahan apa-apa, ia memiliki dokumen yang lengkap sebagai istri diplomat, namun tetap ditahan – meski kemudian dibebaskan. Kedua, kasus penggeledahan kasar yang dilakukan terhadap mahasiswa di Kuala Lumpur. Mereka mendobrak pintu dan meninggalkannya dalam kondisi rusak, tanpa kata maaf.

Ketiga, kasus pengeroyokan terhadap wasit karateka asal Indonesia, Donald Peter Luther Kolopito. Tanpa alasan yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan mereka menghajar Luther secara brutal sampai babak belur. Keempat, kasus TKI, tentu kasus ini tidak bisa dihitung dengan jari. Hampir setiap hari ada saja TKIyang disiksa dan diperlakukan secara diskriminatif karena dianggap sumber keonaran.

Sangat tidak pantas pemerintah mengerdilkan diri sendiri dengan merelakan rakyatnya dihina bahkan dianiaya secara semena-mena. Dalam pandangan kami, kita harus menunjukkan keberanian bahwa Indonesia tidak mau dilecehkan. Caranya tidak cukup dengan himbauan apalagi cuma tuntutan kata maaf, melainkan melalui tindakan yang jelas dan nyata. Inilah momentum penting bagi Presiden Soesilo Yudhoyono (SBY) untuk menyatakan dirinya sebagai orang yang tegas dan berwibawa – bukan sebagai orang peragu, seperti yang dikritik banyak orang. Kita tunggu, tindakan pemerintah sekarang juga.

Rabu, 10 Oktober 2007

Belajar dari Insiden Pengusiran Konglomerat oleh DPR

[Indonesia Care Group] - Suhu ruang rapat Komisi VII DPR yang membidangi masalah lingkungan hidup berlangsung panas. Pertemuannya dengan PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) --perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto -- diwarnai kecaman di sana-sini.

Soalnya, jawaban tertulis yang seharusnya diterima oleh anggota Komisi VII pada Kamis (4/10) ternyata baru dibagikan Senin (8) pada saat Rapat Dengar PendapatWakil rakyat semakin kecewa lantaran perusahaan di lingkungan Raja Garuda Mas (RGM) Group itu ternyata tidak melampirkan semua data yang diminta oleh Komisi Lingkungan. Terutama, data citra satelit atau foto udara tentang jumlah kapasitas Hutan Tanaman Industri (HTI) dan kondisi lapangan. Ditambah lagi, pemaparan tidak dilakukan langsung oleh pimpinan puncak RAPP.

Akibatnya, Direktur Utama RAPP Rudi Fajar menjadi sasaran kejengkelan anggota DPR. “Lebih baik Anda keluar saja. Menteri saja kalau tidak siap diusir,” kata politikus Partai Bintang Reformasi, Ade Daun Nasution, seperti dikutip media massa. Untunglah, pemimpin rapat, Sony Keraf dengan bijaksana meminta rapat ditunda sehingga direksi bisa memperlajari jawaban yang harus dipersiapkan atas pertanyaan dewan. Rapat dengan RAPP ini terbilang unik, karena sering ditunda-tunda.

Dalam konteks ini, tentu saja ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik oleh perusahaan-perusahaan konglomerat lainnya Pertama, sebaiknya konglomerat tidak melecehkan kelembagaan DPR-RI dengan jalan memberikan jawaban-jawaban yang relevan sesuai dengan kebutuhan anggota dewan. Hal ini penting dikedepankan, apalagi Komisi Lingkungan sangat berkepentingan terhadap kelestarian hutan bagi masa depan bangsa.

Kedua, perusahaan-perusahaan konglomerat sebaiknya ikut mendukung penerapan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), sehingga dalam menyampaikan pemaparan kepada anggota DPR atau kepada siapa pun tidak terkesan menyembunyikan informasi. Mudah-mudahan bila dua hal ini dijadikan pelajaran yang baik, perusahaan di lingkungan konglomerat lainnya tidak akan mengalami nasib tragis seperti RAPP ini. Semoga.

Belajar dari Insiden Pengusiran Konglomerat oleh DPR

[Indonesia Care Group] - Suhu ruang rapat Komisi VII DPR yang membidangi masalah lingkungan hidup berlangsung panas. Pertemuannya dengan PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP)—perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto—diwarnai kecaman di sana-sini. Soalnya, jawaban tertulis yang seharusnya diterima oleh anggota Komisi VII pada Kamis (4/10) ternyata baru dibagikan Senin (8) pada saat Rapat Dengar Pendapat.
Wakil rakyat semakin kecewa lantaran perusahaan di lingkungan Raja Garuda Mas (RGM) Group itu ternyata tidak melampirkan semua data yang diminta oleh Komisi Lingkungan, terutama data citra satelit atau foto udara tentang jumlah kapasitas Hutan Tanaman Industri (HTI) dan kondisi lapangan. Pemaparan juga tidak dilakukan langsung oleh pimpinan puncak RAPP.
Untunglah, pemimpin rapat, Sony Keraf dengan bijaksana meminta rapat ditunda sehingga direksi bisa mempelajari jawaban yang harus dipersiapkan atas pertanyaan dewan. Rapat dengan RAPP ini terbilang unik, karena sering ditunda-tunda.
Dalam konteks ini, tentu saja ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik oleh perusahaan-perusahaan konglomerat lainnya Pertama, sebaiknya konglomerat tidak melecehkan kelembagaan DPR-RI dengan jalan memberikan jawaban-jawaban yang relevan sesuai dengan kebutuhan anggota dewan. Hal ini penting dikedepankan, apalagi Komisi Lingkungan sangat berkepentingan terhadap kelestarian hutan bagi masa depan bangsa.
Kedua, perusahaan-perusahaan konglomerat sebaiknya ikut mendukung penerapan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), sehingga dalam menyampaikan pemaparan kepada anggota DPR atau kepada siapa pun tidak terkesan menyembunyikan informasi.
Mudah-mudahan bila dua hal ini dijadikan pelajaran yang baik, perusahaan di lingkungan konglomerat lainnya tidak akan mengalami nasib tragis seperti RAPP ini. Semoga.

[Sumber : SINAR HARAPAN. Tulisan ini juga bisa dilihat di :

Minggu, 07 Oktober 2007

Ingat Janji Fauzi Bowo, Besok Kita Tagih Realisasinya

[The Indonesia Watch] - Fauzi Bowo dan Prijanto akhirnya dilantik menjadi Gubernur/Wagub DKI Jakarta. Tentu saja semua warga berharap agar gubernur baru ini dapat merealisasikan janji-janji yang diumumkan kepada warga, pada saat kampanye tempo lalu. Pengalaman yang sudah-sudah, biasanya janji tinggal janji, namun realisasinya entah sampai di mana.

Warga Jakarta tentu saja tidak mau janji kosong. Dengan penuh kesadaran untuk menciptakan Jakarta yang aman, nyaman, dan sejahtera, sebaiknya semua komponen warga Jakarta mencermati perjalanan kinerja kepemimpinan Fauzi Bowo. Janji yang direalisasikan tentu pantas kita puji, tetapi yang tidak direalisasikan tentu kita akan tagih bersama-sama.

Berdasarkan catatan media, berikut ini sebagian kecil janji-janji Fauzi Bowo semasa kampanye. Pertama, soal pendidikan : meningkatkan mutu pendidikan dan menambah kualitas sekolah gratis yang selama ini sudah berjalan dan mengembangkan sekolah kejuruan. Kedua, soal kesehatan : meningkatkan kualitas rumah sakit pemerintah dan menyediakan obat-obatan yang cukup dengan harga yang terjangkau.

Ketiga, soal transportasi : melanjutkan pembangunan monorel, subway, dan sejenisnya demi kelancaran arus lalu lintas. Keempat, soal ekonomi : penguatan akses modal dan akses pasar bagi UKM dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Kelima, soal sosial : memberdayakan masyarakat untuk mengembangkan diri sendiri sehingga mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Dan, masih banyak janji lainnya.

Tentu saja, untuk merealisasikan janji-janji tersebut tidak semudah mengucapkannya. Namun demikian, sebaiknya Fauzi Bowo/Prijanto sudah memberikan sinyal-sinyal atau tanda-tanda untuk merealisasikannya dalam Seratus (100) Hari Pertama sebagai Gubernur/Wakil Gubernur. Jika dalam 100 hari pertama masih belum ada sinyal positif untuk merealisasikan janjinya, kami merasa pesimistis Fauzi Bowo bisa lebih sukses dibanding Sutiyoso, pendahulunya. Kita lihat saja, nanti.

Ingat Janji Fauzi Bowo, Besok Kita Tagih Realisasinya

[The Indonesia Watch] - Fauzi Bowo dan Prijanto akhirnya dilantik menjadi Gubernur/Wagub DKI Jakarta. Tentu saja semua warga berharap agar gubernur baru ini dapat merealisasikan janji-janji yang diumumkan kepada warga, pada saat kampanye tempo lalu. Pengalaman yang sudah-sudah, biasanya janji tinggal janji, namun realisasinya entah sampai di mana.

Warga Jakarta tentu saja tidak mau janji kosong. Dengan penuh kesadaran untuk menciptakan Jakarta yang aman, nyaman, dan sejahtera, sebaiknya semua komponen warga Jakarta mencermati perjalanan kinerja kepemimpinan Fauzi Bowo. Janji yang direalisasikan tentu pantas kita puji, tetapi yang tidak direalisasikan tentu kita akan tagih bersama-sama.

Berdasarkan catatan media, berikut ini sebagian kecil janji-janji Fauzi Bowo semasa kampanye. Pertama, soal pendidikan : meningkatkan mutu pendidikan dan menambah kualitas sekolah gratis yang selama ini sudah berjalan dan mengembangkan sekolah kejuruan. Kedua, soal kesehatan : meningkatkan kualitas rumah sakit pemerintah dan menyediakan obat-obatan yang cukup dengan harga yang terjangkau.

Ketiga, soal transportasi : melanjutkan pembangunan monorel, subway, dan sejenisnya demi kelancaran arus lalu lintas. Keempat, soal ekonomi : penguatan akses modal dan akses pasar bagi UKM dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Kelima, soal sosial : memberdayakan masyarakat untuk mengembangkan diri sendiri sehingga mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Dan, masih banyak janji lainnya.

Tentu saja, untuk merealisasikan janji-janji tersebut tidak semudah mengucapkannya. Namun demikian, sebaiknya Fauzi Bowo/Prijanto sudah memberikan sinyal-sinyal atau tanda-tanda untuk merealisasikannya dalam Seratus (100) Hari Pertama sebagai Gubernur/Wakil Gubernur. Jika dalam 100 hari pertama masih belum ada sinyal positif untuk merealisasikan janjinya, kami merasa pesimistis Fauzi Bowo bisa lebih sukses dibanding Sutiyoso, pendahulunya. Kita lihat saja, nanti.

Jumat, 05 Oktober 2007

Wartawan Harus Mendukung Penumpasan Illegal Logging

[The Jakarta Watch] - Menarik sekali Pernyataan Kapolda Riau Brigjen Polisi Drs Sutjiptadi dalam pertemuan dengan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI yang meminta agar wartawan sungguh-sungguh berpihak kepada rakyat dan berpihak kepada kebenaran. Selain itu, Kapolda juga mengharapkan agar media independen dan netral, dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Mengapa Kapolda harus membuat pernyataan seperti itu?

Tentulah penyebabnya karena ada (bahkan banyak) oknum wartawan yang lebih berpihak kepada gerombolan illegal logging daripada berpihak kepada polisi. Banyak media yang menjadi corong pihak tertentu, baik itu pengusaha maupun pejabat. Akibatnya, pekerjaan polisi menumpas gerombolan illegal logging menjadi bukan perkara yang gampang. Apalagi yangdihadapi polisi adalah dua perusahaan pulp raksasa yang dituding menjadi biang praktek illegal logging selama bertahun-tahun.

Menurut Kapolda, dua perusahaan tersebut memiliki lahan jutaan hektar yang bisa mereka kuasai selama 94 tahun. Hal demikian tentu saja sangat memprihatinkan, karena hutan tersebut diobrak-abrik tanpa menindahkan aturan dan dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Akibat pejabat dan pengusaha melakukan kolusi gila-gilaan, beberapa spesies tumbuh-tumbuhan, binatang, serta kelestarian alam pun menjadi punah. Nah, kini polisi sudah memiliki bukti-bukti yang lengkap mengenai masalah tersebut, termasuk manupulasi dokumen-dokumen yang dilakukan oleh gerombolan illegal logging tersebut.

Sangat tidak pada tempatnya, jika wartawan yang seharusnya menjadi pengawal kebenaran, malah membantu membelokkan informasi yang sengaja disetir oleh para gerombolan pelaku illegal logging. Kinilah saatnya, wartawan mendukung polisi untuk menumpas gerombolan illegal logging. Hal ini sangat penting untuk digarisbawahi, soalnya wartawan yang tidak membela kebenaran namun malah membela kejahatan, sebenarnya tidak ada bedanya dengan penjahat itu sendiri.

Rabu, 03 Oktober 2007

Korporasi Besar Jangan Melecehkan DPR-RI

[Indonesia Care Group] - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Selain merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang, DPR juga memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dengan demikian, sudah sepantasnya DPR diberikan tempat dan penghormatan yang sebaik-baiknya dari masyarakat.

Kami sungguh prihatin mendengar informasi, bahwa dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VII dengan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) ternyata ada personal manajemen di korporasi besar itu mengenakan baju kaos sehingga dinilai tidak menghormati DPR, bahkan terkesan sangat melecehkan lembaga terhormat DPR-RI. Untunglah, para pimpinan dan anggota DPR-RI Komisi VII sangat responsif, sehingga sejak awal rapat, manajer RAPP tersebut diperintahkan keluar untuk membeli baju yang lebih pantas dan sopan untuk mengikuti forum resmi ini.

Peristiwa yang mengenyampingkan wibawa martabat lembaga DPR-RI seperti ini, tentu saja sangat memprihatikan sekaligus menusuk-nusuk hati rakyat Indonesia. Dalam pandangan kami, sebaiknya para pengusaha atau konglomerat dapat menginstruksikan jajaran manajemennya untuk memiliki sikap yang hormat terhadap lembaga-lembaga tinggi negara. Meskipun kita korporasi besar, janganlah kita melumpuhkan kewibawan DPR-RI.

Semoga peristiwa yang menimpa anak perusahaan Raja Garuda Mas Group (RGM) itu menjadi pelajaran yang berharga bagi korporasi besar lainnya, untuk tidak mengulangi kesalahan fatal yang sama. Terima kasih.

Jumat, 28 September 2007

Sikap Indonesia Harus Tegas Soal Myanmar

[Asian Studies Forum] http://asia-studies.blogspot.com/2007/09/sikap-indonesia-harus-tegas-soal.html- Sampai saat ini Indonesia terkesan kurang tegas dalam menyikapi persoalan Myanmar. Padahal sebagai anggota tidak tetap Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), Indonesia harus menunjukkan ketegasan dalam menyikapi situasi terakhir di Myanmar.

Pemerintah Indonesia seharusnya berani mendesak DK PBB agar mengirimkan tim kemanusiaan ke Myanmar. Pengiriman humanitarian intervention ke Myanmar ini dianggap penting, soalnya pelanggaran hak azasi manusia (HAM) di negara tersebut semakin memburuk dan menjadi ancaman bagi perdamaian.

Selain mengambil inisiatif dengan mendesak PBB tersebut, Indonesia juga seharusnya berani mengusulkan agar ASEAN membekukan keanggotaa Myanmar sampai demokrasi di negara itu pulih kembali. Pernyataan Indonesia sangat penting untuk menegakkan wibawa dan kehormatan bangsa sekaligus menjunjung tinggi rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dalam pandangan kami, seharusnya Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengambil peran secara terbuka dengan membuat pernyataan tegas yang menolak tindakan represif junta militer dalam menghadapi gejolak politik di Myanmar. Bagaimana menurut Anda ?

Soal Bingkisan, KPK Seharusnya Juga Tegur Pengusaha

[The Indonesia Watch] - Ternyata masih ada perusahaan yang nekat memberikan parcel, meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melarang keras pejabat negara menerima bingkisan lebaran. Salah satunya adalah RGM Indonesia (Raja Garuda Mas Group) yang mengirim bingkisan kepada Aulia Rahman, Anggota FPG DPR-RI – yang juga Ketua Panja Illegal Logging.

Untunglah, Aulia Rahman termasuk pejabat yang takut melanggar UU Gratifikasi dan patuh terhadap larangan dari KPK, sehingga Aulia Rahman segera akan mengembalikan bingkisan tersebut kepada KPK. Sikap tegas yang dilakukan oleh wakil rakyat itu tentu saja patut mendapat apresiasi yang baik dari masyakarat dan pemerintah karena berani mempertahankan harga diri dan martabatnya. Seharusnya para pejabat publik lainnya mengikuti langkah Aulia Rahman.

Namun demikian, di sisi lain, seharusnya KPK juga menegur keras perusahaan dan pengusahanya yang nyata-nyata sudah memberikan bingkisan kepada pejabat meskipun dilarang. Sangat tidak pantas pengusaha menggoda para pejabat dengan bingkisan-bingkisan yang potensial menghantarkan para pejabat ke penjara – jika melanggar pasar gratifikasi. Dalam konteks ini, kami menghimbau sebaiknya perusahaan juga mengedepankan aspek moral yang tercantum dalam kaidah good corporate governance (GCG). Terima kasih.

Rabu, 26 September 2007

Fauzi Bowo – Prijanto Tidak Boleh Menghambur-hamburkan Uang Rakyat

[The Jakarta Watch] - Gubernur / Wagub DKI Jakarta yang baru akan mengawali tugasnya dengan penuh cobaan. Bahkan mungkin tanpa dukungan simpati yang cukup baik dari warga Jakarta. Mengapa demikian ? Soalnya, seperti ramai diberitakan media massa, untuk pelantikannya saja, kabarnya pasangan Fauzi Bowo – Prijanto menyedot dana rakyat sampai dengan Rp 1,425 miliar.

Jelas, hal ini merupakan langkah awal yang menimbulkan citra negatif bagi Fauzi Bowo -- Prijanto, padahal langkah akhir menuju kesejahteraan warga Jakarta, masih sangat jauh. Informasi seperti itu mengesankan bahwa Pemerintah DKI Jakarta – termasuk Fauzi Bowo -- menghambur-hamburkan uang rakyat. Disamping menyakiti hati warga Jakarta, tindakan demikian sama sekali tidak relevan dengan visi dan misi yang dikampanyekan oleh pasangan Fauzi Bowo -- Prijanto yang (waktu itu) mengusung kampanye “Jakarta Untuk Semua” ini.

Bagi seluruh warga Jakarta kami juga menghimbau agar bersama-sama bahu-membahu dan bekerjasama untuk melakukan monitoring 100 (Seratus) Hari Pertama untuk mengawasi dan memantau kinerja Fauzi Bowo – Prijanto sebagai Gubernur / Wagub DKI Jakarta yang baru. Terus terang, kinerja 100 Hari Pertama sebagai Gubernur/Wagub akan sangat menentukan nasib dan masa depan warga Jakarta untuk masa-masa selanjutnya.

Kepada Fauzi Bowo -- Prijanto sebagai Gubernur/Wagub DKI Jakarta, kami meminta agar sebagai pemimpin baru, dapat segera melakukan upaya-upaya kongkrit untuk memberikan kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan kepada warganya. Langkah awal yang negatif berupa pemborosan biaya pelantikan, hendaknya menjadi langkah yang terakhir kali dan jangan sekali-sekali menghamburkan uang rakyat lagi di masa mendatang. Selamat untuk Fauzi Bowo -- Prijanto, semoga Anda berdua sukses.

Fauzi Bowo – Prijanto Tidak Boleh Menghambur-hamburkan Uang Rakyat

[The Jakarta Watch] - Gubernur / Wagub DKI Jakarta yang baru akan mengawali tugasnya dengan penuh cobaan. Bahkan mungkin tanpa dukungan simpati yang cukup baik dari warga Jakarta. Mengapa demikian ? Soalnya, seperti ramai diberitakan media massa, untuk pelantikannya saja, kabarnya pasangan Fauzi Bowo – Prijanto menyedot dana rakyat sampai dengan Rp 1,425 miliar.

Jelas, hal ini merupakan langkah awal yang menimbulkan citra negatif bagi Fauzi Bowo -- Prijanto, padahal langkah akhir menuju kesejahteraan warga Jakarta, masih sangat jauh. Informasi seperti itu mengesankan bahwa Pemerintah DKI Jakarta – termasuk Fauzi Bowo -- menghambur-hamburkan uang rakyat. Disamping menyakiti hati warga Jakarta, tindakan demikian sama sekali tidak relevan dengan visi dan misi yang dikampanyekan oleh pasangan Fauzi Bowo -- Prijanto yang (waktu itu) mengusung kampanye “Jakarta Untuk Semua” ini.

Bagi seluruh warga Jakarta kami juga menghimbau agar bersama-sama bahu-membahu dan bekerjasama untuk melakukan monitoring 100 (Seratus) Hari Pertama untuk mengawasi dan memantau kinerja Fauzi Bowo – Prijanto sebagai Gubernur / Wagub DKI Jakarta yang baru. Terus terang, kinerja 100 Hari Pertama sebagai Gubernur/Wagub akan sangat menentukan nasib dan masa depan warga Jakarta untuk masa-masa selanjutnya.

Kepada Fauzi Bowo -- Prijanto sebagai Gubernur/Wagub DKI Jakarta, kami meminta agar sebagai pemimpin baru, dapat segera melakukan upaya-upaya kongkrit untuk memberikan kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan kepada warganya. Langkah awal yang negatif berupa pemborosan biaya pelantikan, hendaknya menjadi langkah yang terakhir kali dan jangan sekali-sekali menghamburkan uang rakyat lagi di masa mendatang. Selamat untuk Fauzi Bowo -- Prijanto, semoga Anda berdua sukses.

Selasa, 25 September 2007

Pantaskah Kita Tidak Menghargai Mantan Presiden ?

[Indonesia Care Group] - Berita mengenai kegagalan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri mengunjungi korban gempa di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar) untuk memberikan bantuan kepada korban gempa sungguh sangat memprihatinkan dan melukai hati rakyat. Akibatnya, hingga saat ini timbul tanda tanya besar : Mengapa pemerintah tidak menghargai mantan presidennya ? yang entah kapan akan dijawab pemerintah.

Seperti diberitakan luas, termasuk media kita ini, Danrem 032 Wirabraja Kolonel TNI Bambang Subagyo dan Danlanud Tabing Padang Letkol Pnb Sugiharto di Bandara Minangkabau Padang menyampaikan bahwa Mabes TNI melarang penggunaan helikopter yang akan digunakan oleh Megawati. Menurut Wasekjen PDIP Agnita Singadikane, sebenarnya awalnya dikatakan bisa terbang, tetapi kemudian ada pemberitahuan dari Cilangkap (Mabes TNI) tidak boleh digunakan.

Tentu saja pelarangan sangat mengherankan. Mengapa upaya warga negara yang kebetulan mantan Presiden ingin membantu korban bencana kok mesti dihalang-halangi seperti ini. Kasus ini dipastikan berpotensi menurunkan citra baik TNI yang selama ini dipelihara dengan baik. Oleh sebab itu, jika penyebab utamanya adalah oknum petinggi militer, sepantasnya dia diberikan sanksi militer – tentu saja setelah dilakukan penyelidikan yang mendalam.

Dalam konteks ini, kita sepenuhnya mendukung mantan Kasum TNI Letjen (Purn) Suaidy Marasabessy yang menyatakan agar Mabes TNI menjelaskan alasan yang rasional mengenai pelarangan pesawat helikopter terhadap Megawati. Suaidy menyetakan hal demikian tentu bukan tanpa argumentasi. Menurutnya, kasus ini berpotensi menimbulkan konflik politik yang berkepanjangan, sangat menghambat inisiatif rujuk nasional, serta menyuburkan dendam antar elit politik.Pertanyaan kita selanjutnya, mengapa pemerintah membiarkan persoalan ini terjadi ? Bukankah pencitraan dan public relations yang selalu dibangun oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa pupus gara-gara kasus ini ?

Oleh karena itu, agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi, ada dua hikmah yang harus dijadikan pelajaran oleh pemerintah dan warga.Pertama, sebaiknya pemerintah tidak arogan dengan menutup mata dan telinga atas partisipasi warga terhadap korban bencana – apalagi pemerintah menolak bantuan asing. Sepanjang untuk kepentingan sosial hendaknya pemerintah mendukung upaya warga apalagi niatnya sangat mulia, yaitu membantu korban gempa. Kedua, marilah kita meningkatkan kesetikawanan sosial dengan saling tolong menolong dan bergotong royong antar sesama. Sudah saatnya kita tidak tergantung kepada pemerintah – anggap saja pemerintahan kita sekarang ini sedang tidak berfungsi normal.

Jumat, 21 September 2007

Mendukung BPK Soal Audit Biaya Perkara MA

[Indonesian Care Group] - Langkah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan Mahkamah Agung (MA) kepada Kepolisian RI (Polri) perlu mendapat dukungan publik secara luas. Mengapa ? sebagaimana manusia pada umumnya, para pejabat MA juga manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan-kesalahan. Apalagi BPK merasa dihalang-halangi ketika akan melakukan audit soal pungutan biaya perkara– yang seharusnya merupakan bagian dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Mengutip keterangan Kepala Direktorat Utama Revbang BPK RI Daeng M Natzier -- seperti diberitakan media ini -- BPK menilai Sekretaris MA Rum Nessa melakukan perbuatan mencegah, menghalangi, dan menggagalkan pemeriksaan biaya perkara. Penghalangan audit dilakukan dengan adanya surat Sekretaris MA No 314/SEK/01/VIII/2007 tanggal 30 Agustus, tentang keberatannya untuk diperiksa dan diaudit BPK.Keberatan MA tersebut mengherankan, karena BPK hanya menjalankan amanat UUD 1945 dan UU Keuangan Negara untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Apalagi Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sependapatan dengan BPK yang menilai pungutan di MA termasuk PNBP.

Kami dan Indonesian Good Governance Care (IGCC) sangat menyesalkan sikap MA yang tidak kooperatif untuk diaudit oleh BPK. Padahal jika tidak ada persoalan, seharusnya MA dengan sikap ksatria tidak mempermasalahkan soal audit ini. Bahkan tanpa diminta pun seharusnya menyesuaikan diri dengan ketentuan UU Keuangan Negara – sebagaimana yang sudah dilakukan oleh lembaga-lembaga lainnya. Penolakan yang dilakukan oleh MA semakin menjatuhkan image MA karena tidak transparan dan tidak akuntable. Bukan itu saja, kita juga curiga ada apa-apa dalam pengelolaan pungutan biaya perkara.

Sudah sepantasnya kita semua menyemangati BPK untuk tidak kendor melawan arogansi institusi. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sepantasnya tidak menutup-nutupi masalah ini, justeru seharusnya mendorong BPK untuk menyelesaikan masalah ini secara hukum. BPK sudah mengawalinya dengan langkah cantik, yaitu melaporkan MA kepada Polri. Bola kini ada di tangan Kapolri dan tentu saja Presiden SBY.