Rabu, 10 Oktober 2007

Belajar dari Insiden Pengusiran Konglomerat oleh DPR

[Indonesia Care Group] - Suhu ruang rapat Komisi VII DPR yang membidangi masalah lingkungan hidup berlangsung panas. Pertemuannya dengan PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) --perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto -- diwarnai kecaman di sana-sini.

Soalnya, jawaban tertulis yang seharusnya diterima oleh anggota Komisi VII pada Kamis (4/10) ternyata baru dibagikan Senin (8) pada saat Rapat Dengar PendapatWakil rakyat semakin kecewa lantaran perusahaan di lingkungan Raja Garuda Mas (RGM) Group itu ternyata tidak melampirkan semua data yang diminta oleh Komisi Lingkungan. Terutama, data citra satelit atau foto udara tentang jumlah kapasitas Hutan Tanaman Industri (HTI) dan kondisi lapangan. Ditambah lagi, pemaparan tidak dilakukan langsung oleh pimpinan puncak RAPP.

Akibatnya, Direktur Utama RAPP Rudi Fajar menjadi sasaran kejengkelan anggota DPR. “Lebih baik Anda keluar saja. Menteri saja kalau tidak siap diusir,” kata politikus Partai Bintang Reformasi, Ade Daun Nasution, seperti dikutip media massa. Untunglah, pemimpin rapat, Sony Keraf dengan bijaksana meminta rapat ditunda sehingga direksi bisa memperlajari jawaban yang harus dipersiapkan atas pertanyaan dewan. Rapat dengan RAPP ini terbilang unik, karena sering ditunda-tunda.

Dalam konteks ini, tentu saja ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik oleh perusahaan-perusahaan konglomerat lainnya Pertama, sebaiknya konglomerat tidak melecehkan kelembagaan DPR-RI dengan jalan memberikan jawaban-jawaban yang relevan sesuai dengan kebutuhan anggota dewan. Hal ini penting dikedepankan, apalagi Komisi Lingkungan sangat berkepentingan terhadap kelestarian hutan bagi masa depan bangsa.

Kedua, perusahaan-perusahaan konglomerat sebaiknya ikut mendukung penerapan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), sehingga dalam menyampaikan pemaparan kepada anggota DPR atau kepada siapa pun tidak terkesan menyembunyikan informasi. Mudah-mudahan bila dua hal ini dijadikan pelajaran yang baik, perusahaan di lingkungan konglomerat lainnya tidak akan mengalami nasib tragis seperti RAPP ini. Semoga.

Tidak ada komentar: