Jumat, 11 Juli 2008

Pencekalan Sjamsul Nursalim Menimbulkan Ketidakpastian Hukum

[Okezone] - Selain meminta Yusuf Emir Faisal dicekal, KPK juga ternyata telah meminta pihak imigrasi untuk mencekal mantan bankir nasional yang terlibat kasus BLBI, Sjamsul Nursalim.

Bahkan, tidak hanya Sjamsul, istrinya Ici Nursalim pun ikut dicekal.

"Ya KPK juga minta kita mencekal Sjamsul Nursalim, Ici Nursalim dan seorang Romi Darma Satriawan," ujar Direktur Penyidikan dan Penindakan Imigrasi, Syaiful Rahman kepada okezone, Jumat (11/7/2008).

Syaiful menambahkan bahwa pencekalan ini sudah berlaku semenjak 3 Maret 2008 lalu dan itu karena sebelumnya Kejagung tidak meminta perpanjangan pencekalannya yang telah habis semenjak Oktober 2007.

SKB Penghematan Energi Jangan Sampai Menurunkan Produktivitas Nasional

[The Global Center] - Rencana pemerintah yang akan menerbitkan SKB tentang penghematan energi diharapkan jangan sampai menurunkan produktivitas industri. Seharusnya pemerintah segera melakukan pemetaan terhadap konsumsi energi khususnya listrik di perusahaan dan daerah-daerah.

Seperti diketahui, pemerintah akan menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) lima menteri, yaitu Menteri Perindustrian, Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Menteri Dalam Negeri, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Menneg BUMN mengenai pengaturan jam kerja industri, diharapkan rampung akhir Juli ini. Dengan demikian, kebijakan baru, yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan beban listrik tersebut, dapat segera diimplementasikan tiga bulan setelah diterbitkannya SKB.

Pemerintah mengharapkan, dengan diterbitkannya SKB tersebut, maka persoalan kelangkaan pasokan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (persero) dengan kebutuhan industri diharapkan dapat segera teratasi. Pengaturan jam kerja pabrik ini dinilai efektif guna menghindari pemadaman listrik. Dengan begitu, industri dapat terus melakukan kegiatan operasionalnya sebaik-baiknya.

Penghematan energi memang harus dilakukan oleh semua kalangan, namun demikian jangan sampai SKB tersebut menurunkan produktifitas. Hal demikian perlu digarisbawahi, soalnya program penghematan yang dicanangkan pemerintah, terutama dalam hal pembatasan konsumsi listrik bagi perusahaan manufaktur dengan pengurangan shift kerja, pasti akan berdampak langsung terhadap produktivitas dan kelangsungan ribuan pekerja. Efisiensi bukan pembatasan produktivitas, melainkan pengelolaan pemanfaatan energi secara efektif

Bukan itu saja, pemberian sanksi khusus kepada industri yang dianggap boros, tentunya akan mempersulit kalangan industri dalam memanfaatkan listrik. Padahal, konsumsi listrik bisa dihemat tanpa harus mengurangi produktivitas dan tanpa harus melakukan kontrol ketat. Padahal, kuncinya ada pada pengelolaan energi secara bijak dan proporsional. Melalui pemetaan konsumsi listrik di setiap perusahaan, kabupaten, maupun kecamatan maka akan mendorong kalangan industri dan masyarakat untuk melaksanakan penghematan energi.

Terus terang saja, kebijakan pemerintah soal penghematan energi ini sangat memprihatinkan karena selain terkesan reaktif dan jangka pendek, dari sisi implementasi juga sangat miskin. Akibatnya, kebijakan pemerintah dalam menekan laju konsumsi energi, seperti BBM dan listrik, tidak akan berdampak nyata, apalagi program efisiensi energi, yang disuarakan akan dilaksanakan pemerintah, hanya sebatas wacana saja.

Jika SKB penghematan energi ini menurunkan produktifitas, maka lima menteri yang menandatanganinya harus bertanggungjawab secara moral dan material kepada rakyat. Kita lihat saja nanti, mudah-mudahan tidak sampai menurunkan produktifitas nasional.

Kamis, 10 Juli 2008

Dukungan untuk ICW dan KPK Soal Penyimpangan BP Migas

[Solidaritas Rakyat Anti Korupsi] - Kami dari Solidaritas Rakyat Anti Korupsi (SORAK Indonesia) mendukung sepenuhnya langkah yang diambil oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) dengan melaporkan adanya dugaan penyimpangan keuangan yang dilakukan oleh Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kami juga menyemangati KPK agar dapat menuntaskan persoalan ini lebih cepat dan akurat.

Karena itu, BP Migas pun seharusnya bisa bisa menanggapi tuduhan Indonesia Coruption Watch (ICW) soal adanya penyimpangan yang terjadi pada kurun waktu tahun 2000-2007 dari penerimaan dari minyak dan gas (migas) yang masuk ke kantong negara sebesar Rp 194 triliun.

Hal demikian sangat penting untuk direspon agar rakyat mengetahui duduk persoalannya. Jika memang benar yang terjadi demikian, maka wajar saja jika bangsa ini selalu dibelit persoalan krisis energi. Jika tidak benar, argumentasinya pun harus jelas, karena rakyat sebenarnya sudah lelah dengan penderitaan krisis energi yang berkepanjangan. Para pejabat ESDM mulai dari menteri, dirjen dan BUMN-nya harus memiliki dan lingkungannya tidak pernah berhasil.

Seperti diketahui, perhitungan sebesar total Rp 194 triliun yang ditemukan ICW merupakan kalkulasi dari berbagai sumber data yakni Kementerian ESDM, BP Migas, dan Dirjen Migas. ICW telah melkukan kroscek data untuk laporan hasil keuangan berdasarkan LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat) di Depkeu. Dari hasil riset ICW tersebut ditemukan adanya kekurangan penerimaan minyak Rp 194 triliun.

Penyimpangan terjadi karena angka produksi minyak Indonesia yang dilaporkan dalam realisasi penerimaan negara jauh lebih rendah dari realisasi sebenarnya. Rata-rata tiap tahun dilaporkan lebih rendah 16,102 juta barel. Atau, terjadi selisih kurang dari 128,820 juta barel. Selain itu pola bagi hasil minyak tidak sesuai dengan yang seharusnya.

Selain itu, pola bagi hasil antara pemerintah dengan kontraktor seharusnya 85:15 tapi dari hasil audit BPK mengindikasikan bagi hasil minyak Indonesia dalam prskteknya hanya 67:33. Berdasarkan hasil audit BPK terhadap LKPP dari tahun 2005-2007 ditemukan penerimaan migas yang tidak dicatat dan dibelanjakan tanpa melalui mekanisme APBN senilai RP 120,329 T. Begitu juga hasil audit BPK terhadap kontrak dengan kontraktor kerjasama minyak dengan temuan senilai RP 39,999 T yang tidak perlu dibayar sebagai cost receovery minyak.

Mudah-mudahan, KPK bisa menemukan penyimpangan-penyimpangan di lingkungan ESDM agar persoalannya bisa segera diketahui. Dengan demikian maka akan membawa dampak positif bagi solusi atas persoalan krisis energi -- seperti yang masih terjadi sekarang ini. Terima kasih.

Rabu, 09 Juli 2008

Benarkah Indonesia Mengalami Krisis Energi ?

[Indonesia Cabinet Watch] - Hari-hari terakhir ini, perhatian pemerintah kita terfokus kepada bagaimana mencari solusi untuk mengatasi krisis energi. Harga bahan bakar minyak naik, harga bahan bakar gas juga naik, bahkan listrik pun menjadi langka. Indonesia dianggap sedang mengalami krisis energi. Namun, benarkah Indonesia sedang mengalami krisis energi ?

Pertanyaan ini sangat penting untuk digarisbawahi, soalnya kondisi produksi energi di dalam negeri sebenarnya dalam posisi yang aman dan bahkan mengalami surplus. Lihatlah komentar pengamat ekonomi Imam Sugema di media yang menjelaskan, produksi minyak saat ini mencapai 927 ribu barel per hari, sedangkan produksi gas alam ekuivalen dengan 700 ribu barel minyak per hari. Kemudian produksi batu bara mencapai 200 juta ton per tahun, atau ekuivalen dengan 2,6 juta barel minyak per hari.

Hal ini berarti, total produksi adalah 4,2 juta barel per hari. Dengan tingkat konsumsi masyarakat yang jumlahnya 1,2 juta barel per hari, berarti pasokan energi dalam negeri sebenarnya surplus. Kalau seluruh potensi energi itu dapat terserap dengan baik, seharusnya tidak akan ada istilah krisis energi.

Lalu, di mana masalahnya, kok saat ini kita mengalami persoalan yang ruwet dalam bidang energi ini ? Setelah dianalisa oleh banyak pakar, ternyata masalahnya bukan pada pasokan energi dalam negeri dan bukan pula berasal dari minimnya produksi. Persoalan kita saat ini lebih banyak karena amburadulnya pengelolaan sumber daya energi oleh pemerintah.

Sebaiknya, pemerintah melakukan instrospeksi sekaligus melakukan evaluasi menyeluruh mengenai berbagai kebijakan di lingkungan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Berbagai kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan rakyat harus segera distop. Ada kesan, para pejabat ESDM lebin cenderung memprioritaskan asing dalam berbagai hal – seperti yang dikritik oleh mantan Ketua MPR Amien Rais.

Selain itu, perlu juga ada pengawasan yang signifikan terhadap alokasi energi yang disalurkan ke luar negeri. Langkanya energi di dalam negeri, padahal produksi di dalam negeri cukup, patut diduga ada pihak-pihak atau oknum yang menyelundupkan energi seperti ini ke luar negeri. Kemudian, jika hal ini yang terjadi, lalu siapa yang harus bertanggungjawab ? Menurut kami, hal seperti ini jauh lebih penting dicari oleh pemerintah, daripada mencari formula yang justeru semakin menyulitkan rakyat.

Selasa, 08 Juli 2008

Mengapa PLN Tidak Mampu Merespon Permintaan Listrik ?

[Asian Studies Forum] - Sungguh memprihatinkan kinerja Perusahaan Listrik Negara (PLN) saat ini, yang dinilai tidak mampu merespon permintaan listrik yang semakin meningkat dalam beberapa bulan kedepan. Padahal dalam 12 bulan ke depan, permintaan listrik akan meningkat secara tajam. Jika PLN tidak mampu untuk merespon hal ini akibatnya tentu akan sangat fatal.

Padahal, pemerintah sendiri sudah menegaskan sikapnya untuk mereview kontrak batubara yang sudah ada selama ini. Melalui Menko Perekonomian Sri Mulyani, pemerintah sudah menegaskan bahwa siapapun pemasoknya dan juga dari sisi konteks nanti akan direview dengan PLN. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga pembangkit listrik agar tidak "byar-pet"

Sayangnya, manajemen PLN bergerak lamban dengan argumentasi harus mempertimbangkan berbagai segi. Memang masalah listrik ini merupakan persoalan yang menyangkut banyak kendala dari sisi PLN. Tidak mengherankan jika kemudian Wakil Presiden Jusuf Kalla sampai turun tangan dan masyarakat diminta untuk memilih apakah ingin listrik padam secara bergiliran atau memilih kerja bergiliran sehingga masih tetap bisa berproduksi.

Menurut Wapres, saat ini yang diperlukan adalah pemerataan beban penggunaan listrik. Selama ini, beban puncak penggunaan listrik pada hari-hari kerja. Sementara pada hari Sabtu dan Minggu terjadi penurunan pengunaan listrik. Karena itu, pemerintah minta jam kerjanya saja dipindahkan ke hari Sabtu dan Minggu, sehingga tidak menumpuk di beban puncak.

Mengenai ancaman Asosiasi Perusahaan Jepang yang akan memindahkan usahanya ke Cina jika terus terjadi pemadaman listrik, Wapres mengatakan apa yang dialami Indonesai saat ini juga pernah dialami Cina sebelumnya. Dan saat ini, Cina juga mengalami krisis energi. Selain itu, tambah Wapres harga listrik di Cina masih lebih mahal jika dibandingkan dengan Indonesia.

Dukungan pemerintah yang direpresentasikan oleh Menko Perekonomian dan Wakil Presiden rasanya sudah cukup kuat bagi PLN untuk lebih sigap bergerak untuk merespon permintaan listrik. Jika masih bergerak lamban dan tidak mampu merespon permintaan listrik, sebaiknya pemerintah mengevaluasi ulang manajemen yang mengelola PLN sekaligus meminta pertanggungjawaban moral dan social para petinggi PLN, mengapa selalu mengorbankan konsumen, jika masalahnya ada di tinggal koordinasi korporasi dan pemegang saham – dalam hal ini pemerintah ?

Minggu, 06 Juli 2008

Komisaris BUMN Jangan Hanya Pajangan

[Indonesia Care Group] - Jabatan komisaris di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai hanya pajangan. Buktinya, sebagian posisi komisaris diisi oleh orang yang merangkap jabatan bahkan ada yang tidak pernah terkait dengan wilayah kerja BUMN. Sebagaimana diketahui, selain diisi pejabat ada juga komisaris yang diisi oleh aktifis mahasiswa, aktifis parpol, dan purnawirawan yang pernah aktif membantu tim sukses di masa kampanye.

Padahal jabatan komisaris tidak bisa dikerjakan secara sampingan atau sambil lalu. Berdasarkan UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, tugas komisaris sesungguhnya sangat berat. Pasal 114 ayat 3 menegaskan bahwa anggota dewan komisaris ikut bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian perseroan jika yang bersangkutan bersalah atau lalai bertugas.

Salah besar, jika dalam realitasnya kemudian jabatan komisaris ini menjadi pajangan saja, apalagi kompensasi dan gaji yang diberikan kepadanya pun besar dan menggiurkan. Berdasarkan penelusuran media massa, gaji komisaris pada umumnya adalah Rp 25 juta/bulan. Namun untuk BUMN di bidang keuangan & perbankan, bisa mencapai Rp 50 juta. Bukan itu saja, mereka juga memperoleh tunjangan-tunjangan yang jumlahnya wah.

Oleh sebab itu, sungguh memprihatinkan jika para komisaris ini hanya ongkang-ongkang menikmati kompensasi, gaji dan tunjangan-tunjangan. Argumentasi Menneg BUMN bahwa kehadiran komisaris diperlukan karena mewakili kepentingan pemerintah, patut dipertanyakan efektifitasnya. Benarkah komisaris tersebut mewakili kepentingan pemerintah ? Benarkah dengan akses informasi yang diperolehnya, akan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan pemerintah ? Mudah-mudahan demikian, kalau pun tidak semoga jabatan ini bukan hanya menjadi pajangan.

Sabtu, 05 Juli 2008

Pengaturan Jam Kerja untuk Industri Tidak Efektif

[Indonesia Moniter Network] - Rencana pemerintah untuk menghemat energi dengan melakukan pengaturan jam kerja dinilai tidak efektif. Soalnya, selain kontra produktif dengan program produktifitas nasional, pengaturan jam kerja juga tidak akan menghasilkan penghematan energi secara signifikan.

Beberapa pengalaman justeru membuktikan bahwa kegiatan seperti itu tidak efektif. Bahkan, beberapa pengusaha yang mengurangi jam kerja malah menderita kerugian secara signifikan, dan penghasilan karyawan yang bekerja juga mengalami pemiskinan, karena berkurangnya penghasilan secara sistematis.

Seperti dipublikasikan media, pemerintah segera mengatur jam kerja industri sebagai respon atas kenaikan harga minyak mentah dunia dan keterbatasan pasokan listrik. Aturan jam kerja instri akan tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Penghematan Energi. Rencananya, SKB ini ditandatangani oleh Menperin, Menteri ESDM, Menakertrans, dan Mendagri. Sanksi tegas bagi industri yang melanggar SKB akan dikeluarkan pada Agustus 2008.

Merespon keputusan pemerintah tersebut, kami khawatir keputusan parsial tersebut dilakukan secara emosional dan tergesa-gesa serta tidak efektif sebagai solusi yang tepat. Sesungguhnya, akar persoalannya ada di dalam tubuh kementerian ESDM itu sendiri -- termasuk perusahaan negara di bawahnya, yaitu PLN. Permasalahan utamanya adalah masalah kelangkaan pasokan BBM PLN.

Sayangnya, yang disolusikan justeru di tingkat industri yang tidak terlalu membebani pengoperasian pembangkit PLN. Solusi jangka pendek ini juga menunjukkan kepanikan pemerntah dalammenghadapi krisis energi di dalam negeri. Jika pemerintah nekad akan memberlakukan hal ini, seyogyanya dilakukan pengkajian yang terencana, komprehensif dan berhasil juga karena kebijakan seperti ini pasti akan memiliki implikasi sosial yang sangat besar.kami mengingatkan, sebaiknya pemerintah jangan membuat kebijakan yang asal-asalan.

[Sumber :

Kamis, 03 Juli 2008

Investor Gurem Dilarang Masuk Bursa ?

[Indonesia Investment Watch] - Kasihan betul nasib investor gurem, kini mereka tidak mungkin lagi melakukan transaksi margin saham dan short selling. Soalnya, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengeluarkan aturan yang tidak memungkin investor gurem melakukan transaksi tersebut. Hanya investor kuat dan perusahaan efek kuat saja yang bisa melakukan transaksi tersebut.

Argumentasi Bapepam-LK mengeluarkan aturan ini adalah untuk mencegah gagal bayar, baik dari investor maupun dari perusahaan efek ketika jatuh tempo. Selain itu, aturan ini bertujuan untuk meningkatkan likuiditas transaksi efek dan kualitas pembiayaan penyelesaian transaksi efek oleh perusahaan efek bagi nasabah.

Bagaimana pun transaksi margin sebenarnya merupakan fasilitas yang diberikan kepada investor untuk membeli saham dengan nilai lebih besar daripada modalnya. Misalnya, investor memiliki modal Rp 50 juta maka bisa membeli saham sampai Rp100 juta. Sisa kekurangannya ditalangi oleh perusahaan sekuritas. Keuntungan bagi investor tentu saja, jika harga sahamnya naik maka investor akan memperoleh keuntungan yang berlipat, meskipun jika rugi juga mengalami kerugian besar.

Sedangkan transaksi short selling adalah transaksi jual yang dilakukan investor, meskipun investor tidak memiliki saham tersebut. Caranya, perusahaan efek akan meminjamkan sahamnya atau saham investor lain kepada investor yang akan transaksi short selling. Nah, sebenarnya kedua transaksi tersebut adalah hal yang biasa dilakukan di bursa manapun.

Kini, kedua transaksi inilah yang diatur Bapepam-LK dengan berbagai persyaratan yang akan mnemberiatkan untuk investor gurem. Misalnya, investor yang memperoleh fasilitas ini wajib memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 1 miliar. Selain itu, investor juga harus memiliki pendapatan tahunan minimal Rp 200 juta, serta investor diwajibkan menyetorkan jaminan awal minimal Rp 200 juta kepada perusahaan efek.

Di satu sisi, mungkin argumentasi Bapepam-LK ada benarnya. Namun dilihat dari sisi kacamata investor, aturan Bapepam ini sama saja dengan melarang investor gurem untuk masuk bursa, apalagi turut menikmati fasilitas untuk meraih keuntungan dari investasinya di pasar modal. Dalam pandangan kami, Bapepam-LK telah membuat prakondisi bahwa bursa saham hanya bisa dinikmati oleh investor-investor raksasa – yang sudah memiliki dana dan kekayaan. Duh, kasihan betul nasib investor gurem…

[Sumber : BUSINESS TODAY, Tulisan ini juga dimuat di :

Selasa, 24 Juni 2008

Gubernur DKI Belum Mampu Selesaikan Masalah Utama Jakarta

[The Jakarta Watch] - Hingga saat ini Gubernur DKI Fauzi Bowo dinilai masih belum mampu menyelesaikan masalah warga Jakarta. Di usia yang hampir lima abad, atau tepatnya 481 tahun, Jakarta masih berkutat pada tiga persoalan utama : bencana banjir, kemacetan lalu lintas, dan kemiskinan.

Sebenarnya warga mengharapkan Fauzi Bowo dapat menyelesaikan tiga persoalan mendasar tersebut dalam waktu dekat, namun dalam realitasnya masih belum ada tanda-tanda yang memberikan optimisme warga.

Pertama, masalah banjir. Memang bukan semata-mata bisa ditangani di wilayah hilir saja, perlu partisipasi di wilayah hulu yang juga turut menyelesaikan masalah ini. Namun demikian, upaya-upaya penanganan di wilayah hilir pun belum memberikan titik terang. Proyek Banjir Kanal Timur, normalisasi daerah aliran sungai dan situ, pengendalian banjir pasang laut memang terlihat sudah dibenahi oleh Pemprov DKI, namun percepatannya masih dirasakan terlalu lambat.

Kedua, masalah kemacetan. Soal kemacetan lalu lintas yang tidak kunjung lancar ini menjadi persoalan tersendiri. Meskipun Pemprov DKI sudah mencanangkan pola transportasi makro dengan membangun busway, monorel, sub way atau mass rapid transit (MRT), serta angkutan air atau water way. Namun sejauh ini baru program bus way yang sudah berjalan dengan baik, dengan banyak kekurangan di sana-sini.

Ketiga, persoalan yang paling rumit, barangkali masalah kemiskinan. Meskipun selama tahun 2007 Pemprov DKI menggelontorkan anggaran untuk program Jaminan Pemeliharaan Keluarga Miskin (JPK Gakin) hingga Rp 250 miliar, namun tanda-tanda pengurangan kemiskinan tidak pernah bergerak di lingkungan warga Jakarta.

Bahkan tanda-tanda bertambahnya orang miskin di Jakarta sudah mulai kelihatan. Menurunnya daya beli masyarakat sebagai akibat kenaikan harga BBM atau pun kenaikan inflasi di tahun 2008 yang diperkirakan menyentuh angka 11 persen pada Desember ini (naik dari 5,90 tahun lalu), dipastikan akan berpengaruh secara signifikan bagi kenaikan orang miskin di Jakarta.

Menghadapi tiga persoalan tersebut, mudah-mudahan Bang Foke yang sudah mengantongi amanat warga Jakarta mampu dan bisa mencari solusi terbaik bagi persoalan krusial tersebut. Soal mampu atau tidak, kita lihat saja hasilnya di akhir tahun 2008 ini.

Senin, 23 Juni 2008

Menyesalkan Sikap Depkominfo Soal Kartel SMS

[Indonesia Telecommunications Watch] - Hingga saat ini Departemen Telekomunikasi dan Informatika (Depkominfo) tidak terlihat memberikan respon yang jelas untuk menyikapi temuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang membeberkan dengan gamblang adanya kartel dalam pelayanan pesan pendek atau short message service (SMS) oleh enam operator seluler.

Apalagi Depkominfo juga menyatakan, pihaknya tidak akan menyiapkan regulasi apa pun untuk mencegah kejadian serupa terulang di kemudian hari. Depkominfo juga tidak akan menetapkan rentang harga maupun tariff batas untuk mengendalikan penetapan tariff SMS dan tetap menyerahkannya kepada mekanisme pasar. Begitulah statemen Basuki Yusuf Iskandar, Ditjen Postel yang juga Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), seperti dikutip media.

Padahal menurut KPPU, sejak 2004 terdapat enam operator seluler yang terbukti melakukan kartel dalam penentuan tarif SMS. Dalam perhitungan KPPU tersebut, masyarakat telah dirugikan sebesar Rp 2,827 triliun.

Menyikapi hal demikian, terus terang saja kami sangat prihatin dan menyesalkan sikap Depkominfo, yang terkesan lepas tangan soal kartel SMS ini. Sebagai regulator sepantasnya Depkominfo maupun BRTI memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen telekomunikasi atas berbagai ancaman kecurangan-kecurangan yang bisa dilakukan oleh operator. Jika diserahkan begitu saja kepada pasar, lalu buat apa kehadiran institusi Depkominfo dan BRTI ?

Oleh sebab itu, kami juga mendesak tim KPPU untuk melakukan upaya-upaya lanjutan dengan meneliti para pejabat yang terkait di Depkominfo/BRTI, apakah ada indikasi “pembiaran” kartel SMS ini terjadi oleh pemerintah. Bila ada indikasi tersebut, sebaiknya pejabat yang terlibat dilengserkan, dan menggantinya dengan personal yang lebih kapabel dan memiliki moral yang mulia untuk melindungi konsumen pengguna jasa SMS.

Sabtu, 21 Juni 2008

Periksa Rekening Jaksa yang Menangani Kasus Lapindo !

[Barisan Rakyat Anti Kejahatan dan Kriminalitas] - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus memeriksa rekening jaksa yang menangai Kasus Lumpur Lapindo. Hal ini harus dilakukan karena bolak-baliknya berkas kasus Lapindo antara kepolisian dengan kejaksaan menimbulkan kecurigaan publik. Setidaknya, sudah sekitar tiga kali kejaksaaan mengembalikan berkas kasus Lapindo ke kepolisian.

Menurut media, Polda Jawa Timur saat ini sedang menyelidiki dugaan unsur kelalaian yang memicu timbulnya bencana Lapindo sejak 2006. Dalam kasus tersebut, polisi menetapkan 13 tersangka dari pegawai Lapindo dan perusahaan lain dari sub kontraktor pengeboran di sumur Banjar Panji-1 itu.

Polisi sendiri sudah tiga kali melimpahkan berkas kasusnya ke Kejati Jatim, tapi tiga kali pula berkas itu dikembalikan kepada polisi, dengan alas an belum sempurna. Pengembalian berkas itu antara lain karena adanya dua keterangan dari saksi ahli yang bertentangan. Pendapat pertama menyatakan semburan karena faktor kelalaian, sedangkan pendapat kedua, karena bencana alam.

Oleh sebab itu, kehadiran KPK sangat penting, untuk menepis kecurigaan publik yang menduga ada permainan dengan oknum-oknum kejaksaan. Akan lebih baik jika pola-pola intelejen seperti penyadapan terhadap pihak-pihak aparat yang terkait dengan kasus Lapindo ini bisa dilakukan. Sehingga masyarakat menjadi lebih maklum, apakah kisah bolak-baliknya berkas perkara tersebut terkait dengan kelengkapan atau karena “faktor” lainnya.

[Sumber : SURAT PEMBACA DOTNET. Tulisan ini juga bisa dilihat di :

Loper Media Cetak Paling Menderita Akibat Kenaikan Harga BBM

[Yayasan Loper Indonesia] - Loper media cetak paling menderita akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) karena jasa distribusi media cetak itu mengalami persoalan finansial. Pemerintah sebaiknya, turut peduli terhadap upaya pemberdayaan loper media cetak yang berjasa dalam menyebarluaskan informasi kepada masyarakat.

Loper media cetak menghadapi dua permasalahan utama yang mengganggu masalah finansial mereka, akibat kenaikan harga BBM. Pertama, secara langsung dipastikan penghasilan loper berkurang karena ongkos pengiriman melalui sepeda motor mengalami peningkatan, sementara penghasilannya tetap.

Kedua, Meningkatnya harga jual media cetak yang dipatok oleh penerbit, telah merontokkan jumlah pelanggan yang dilayani oleh loper semakin menyulitkan loper media cetak untuk mencari pelanggan media cetak. Bahkan, sebagian pelanggan media cetak dan surat kabar mengalami penurunan Hal demikian otomatis memukul loper, karena penghasilan loper media menjadi berkurang.

Saat ini, pihak Yayasan Loper Indonesia (YLI) sedang mengkaji berbagai kemungkinan terbaik untuk meningkatkan efisiensi perusahaan untuk mempertahankan margin keuntungan, meskipun sangat sulit dilakukan. Salah satunya, mungkin mengganti transportasi distribusi dari sepeda motor menjadi sepeda. Ini juga ada risikonya, kemungkinan pengirimannya jadi agak terlambat, atau waktu distribusi kami menjadi lebih panjang, meski penghasilan tetap.

Oleh sebab itu, pihaknya meminta dukungan pemerintah dan masyarakat pada umumnya untuk turut peduli memperhatikan nasib loper media cetak (salah satu caranya, dengan berlangganan lebih dari 1 media) karena loper media dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Daripada menjadi gelandangan dan pengemis, menjadi loper media merupakan pekerjaan yang mulia, karena turut membantu mencerdaskan bangsa melalui informasi yang didistribusikannya. Terima kasih.

Bapepam Sebaiknya Tunda IPO Adaro

[Indonesia Monitor Network] - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) sebaiknya menunda penawaran saham atau initial public offering (IPO) PT Adaro Energy. Penundaan ini sangat penting agar investor bisa terhindar dari bahaya potensi kerugian yang mungkin timbul.

Seperti diberitakan media, Adaro hingga saat ini dinilai masih menyisakan berbagai persoalan hukum dan politik. Bapepam pun terkesan hati-hati mengeluarkan ijin IPO Adaro ini. Sampai sejauh ini, langkah Bapepam cukup bijaksana dan sebaiknya bisa dipertahankan, hingga urusan hukum yang mengganjal IPO Adaro bisa diselesaikan dengan baik.

Akan lebih baik, jika Bapepam LK juga meneliti lebih lanjut alokasi saham Adaro Energy yang akan ditawarkan kepada publik, apakah benar-benar memang diberikan kepada masyarakat luas atau hanya untuk kelompok tertentu. Berdasarkan informasi, ada beberapa investor institusi hingga saat ini belum menerima penawaran saham. Akibatnya, menyisakan banyak pertanyaan, sebenarnya IPO Adaro Energy ini untuk publik atau untuk siapa ?

Dalam konteks inilah, sevaiknya Bapepam LK mendengar keluhan investor, jangan hanya mendengar keluhan emiten semata. Bapepam harus berpegang teguh untuk menjaga kepentingan publik. Karena itu, menunda IPO Adaro Energy merupakan salah satu opsi penting yang harus dipikirkan oleh otoritas pasar modal. Bagaimana menurut Anda ?


Rabu, 18 Juni 2008

Prihatin Kinerja PLN

[Pemantau Energi Indonesia] - Kami sungguh merasa prihatin dengan kinerja Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang sangat mengecewakan. Kebijakan byar-pet, dengan alasan apapun sulit diterima akal sehat. Seharusnya manajemen PLN merestrukturisasi kembali kebutuhan listrik public, sehingga kebijakan byar-pet ini bisa dihindari.

Secara faktual, PLN sudah merugikan dunia usaha yang hamper semuanya sangat tergantung kepada kebutuhan energi listrik. Bukan itu saja, pelayanan umum – seperti rumah sakit, dan sebagainya juga memerlukan kesinambungan ketersediaan listrik ini.

Jika kinerja PLN tidak menunjukkan tanda-tanda yang membaik, sepantasnya seluruh jajaran manajemen BUMN ini dievaluasi ulang. Jika perlu diganti oleh orang-orang yang mumpuni, sehingga kepastian ketersediaan listrik ini menjadi lebih terjamin. Terima kasih.

Senin, 16 Juni 2008

Dukungan untuk Bapepam LK

[Indonesia Capital Market Care] - Rencana Badan Pengawas Pasar Modal – Lembaga Keuangan (Bapepam LK) untuk meneliti kasus-kasus pasar modal yang potensial merugikan investor di bursa saham, merupakan langkah positif yang harus didukung.

Namun demikian, hendaknya para pajabat Bapepam-LK jangan hanya berwacana alias ngomong doing. Kami menyarankan agar Bapepam – LK segera membuat daftar untuk meneliti oknum-oknum yang pernah dijatuhi sanksi, baik administrasi maupun denda di masa lalu, namun mereka kini menjadi pejabat di perusahaan-perusahaan pasar modal. Misalnya, menjadi komisaris/direksi perusahaan sekuritas atau emiten.

Soalnya ada kecenderungan, perusahaan-perusahaan yang kini ditangani oleh mereka akan melakukan maneuver pasar modal yang buntut-buntutnya merusak citra pasar modal – karena terbukti sukses merugikan investor pasar modal.

Mudah-mudahan Bapepam-LK cepat tanggap, semoga kasus-kasus yang berpotensi merugikan investor bisa dideteksi lebih dini. Terima kasih.

Jumat, 23 Mei 2008

Prihatin Penahanan Sekretaris DPRD Banten

[Barian Rakyat Anti Kejahatan dan Kriminalitas] - Sehubungan dengan penahanan Sekretaris DPRD Banten Iya Sukiya, maka bersama ini kami dari Barisan Rakyat Anti Kriminalisasi dan Kejahatan (BRAKK!) menyampaikan keprihatinan yang mendalam. Dalam pandangan kami, alasan Kejati Banten bahwa penahanan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dalam proses penyidikan, sangat sulit diterima akal sehat. Mungkinkah, pejabat DPRD tersebut bisa melarikan diri?

Menurut media, Iya Sukiya ditahan karena diduga melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) pengadaan lahan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) seluas kurang lebih 59 hektare senilai Rp45.735.206.202. Benar/tidaknya tuduhan tersebut, tentu harus dibuktikan di depan meja hijau yang menjunjung tinggi asas keadilan.

Penanganan kasus ini banyak mendapat perhatian publik karena dinilai tidak profesional. Pihak Polda Banten tidak sepenuhnya mengundang pihak-pihak yang terkait langsung dengan kasus ini, misalnya, Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Serang (PPTKS) atau pun Pimpinan Pelaksana Kegiatan KP3 Banten Banten - yang sesungguhnya, sangat berkompeten. Bahkan, jika perlu Gubernur Banten juga penting didengar keterangannya.

Tidak mengherankan, jika banyak komentar yang menyebutkan Iya Sukiya yang saat itu menjadi Kuasa Pengguna Anggaran, telah dikorbankan sebagai tersangka dalam kasus ini. Padahal, dibandingkan dengan Iya Sukiya, masih banyak pihak yang lebih pantas mempertanggungjawabkan persoalan ini. Baik, secara struktural jabatan, maupun pihak-pihak yang benar-benar menikmati rupiah dari proyek ini.

Nasi sudah menjadi bubur, sebaiknya Iya Sukiya menyampaikan secara jujur, siapa sesungguhnya yang lebih bertanggungjawab dalam kasus ini. Sehingga keadilan benar-benar menjadi panglima hukum yang sesungguhnya. Terima kasih.

[Sumber : JURNAL NASIONAL. Tulisan ini juga bisa dibaca di : OKEZONE DOTCOM, SINAR HARAPAN,

Kamis, 03 April 2008

Calon Kepala BP Migas Harus Mampu Menggenjot Produksi Minyak

[Komunitas Pemantau Energi Indonesia] - Calon Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sepatutnya memiliki kemampuan untuk menggenjot produksi minyak. Jika hal ini tidak mampu dilakukan, maka nasib bangsa ini akan semakin terpuruk dan berpotensi menimbulkan gejolak sosial masyarakat, yang sama sekali tidak kita harapkan.

Oleh sebab itu, rencana pemerintah untuk mengganti Kepala BP Migas Kardaya Warnika merupakan langkah yang sangat tepat, tetapi jangan dilakukan secara gegabah dengan mencalonkan kandidat yang dinilai tidak mumpuni. Bagaimana pun, tugas yang akan diemban akan sangat berat, yaitu harus meningkatkan produksi minyak, membongkar penyimpangan cost recovery senilai Rp 18 triliun (menurut versi BPKP) serta membantu mengatasi semburan lumpur Sidoarjo.

Seperti diberitakan media, pada saat ini sudah beredar tiga nama yang menjadi calon kuat Kepala BP Migas, yaitu Evita H Legowo (Staf Ahli Menteri ESDM), R Priyono (Direktur Pembinaan Usaha Hulu Dirjen Migas), dan Hadi Purnomo (Kepala Lemigas). Sayangnya ketiga nama tersebut kurang mendapat sambutan positif dari kalangan DPR-RI, karena dinilai kurang professional dan tidak mumpuni. Kondisi seperti ini tentu memprihatinkan, soalnya bukan tidak mungkin “Tragedi Cagub BI Agus Martowardoyo” bisa kembali berulang di tangan DPR-RI.

Akan lebih elegan, jika Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajukan nama alternative lain yang sudah dikenal publik dengan pemikiran-pemikirannya di bidang migas sangat tajam dan cerdas. Jika hal demikian direpresentasikan, barangkali nama pengamat Kurtubi, yang juga Direktur Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES) tentu sangat patut masuk dalam bursa calon Kepala BP Migas.

Akhirnya, mudah-mudahan semua pihak dapat memilih Kepala BP Migas yang benar-benar mumpuni dan bukan karena perkoncoan dengan Menteri ESDM ataupun Presiden SBY, hal ini penting agar masyarakat Indonesia segera terbebas dari kesulitan minyak. Jangan sampai politik “kepentingan” diberikan ruang gerak dalam konteks pergantian pimpinan BP Migas ini.
[Sumber : SURAT PEMBACA DOTNET. Tulisan ini juga bisa dilihat di : THE JAKARTA POST, BISNIS INDONESIA,

Kamis, 13 Maret 2008

Pengusaha Bioskop Harus Dukung Film Nasional

[The Celebrity Watch] - Pada saat ini, boleh dikatakan dunia perfilman nasional kita telah bangun dari tidur. Munculnya optimisme insan muda film dalam berkarya memberikan angin segar bagi masyarakat perfilman nasional. Tentu saja, kabar baik ini sangat menyejukkan kita yang tengah merasa frustasi oleh kondisi ekonomi saat ini.

Tidak salah, jika masyarakat Indonesia menaruh banyak harapan dengan meledaknya dunia perfilman nasional, demi sebuah identitas baru. Ini menggembirakan, karena berita (dan iklan) mengenai hadirnya film nasional baru seringkali kita lihat di media cetak hiburan atau pun media umum yang memiliki rubrikasi hiburan.

Untuk mempertahankan prestasi demikian, masyarakat perfilman nasional memerlukan dukungan semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan terutama pengusaha-pengusaha bioskop. Untunglah pengusaha bioskop cukup merespon positif, sehingga hari-hari terakhir ini kita banyak melihat film produksi dalam negeri di layer lebar.

Ke depan, kami mengharapkan agar dukungan bioskop dapat lebih aktif berperan serta memajukan perfilman nasional dengan jalan menayangkan secara luas film kita di arena pertunjukan film mereka. Mudah-mudahan, perfilman nasional Indonesia semakin maju dan sukses. Semoga!

[Sumber : JURNAL NASIONAL. Tulisan ini bisa juga dilihat di : OKEZONE DOTCOM,

Sabtu, 08 Maret 2008

Jangan Tinggalkan Perintis Blok Natuna

[Komuniktas Pemantau Energi Indonesia] - pemerintah RI sebaiknya jangan meninggalkan investor perintis Proyek Blok Natuna D Alpha. Bagaimana pun, sejak 1996 mereka sudah menginvestasikan biaya, waktu, dan tenaga untuk mengakuisisi 26% participating interest (PI) dan menanggung 7,33% PI milik Pertamina. Kemudian sejak 1999, ExxonMobil merubah kepemilikan PI menjadi 76% ExxonMobil dan 24% Pertamina.

Dalam perkembangannya kemudian, di tahun 2008 ini, pemerintah mengambilalih proyek dan menyerahkannya kepada Pertamina. Sayangnya, Pertamina sendiri mengakui bahwa perusahaan BUMN itu, tidak mungkin bekerja sendirian menggarap proyek tersebut, sebab memerlukan modal yang luar biasa besar. Setidaknya, dibutuhkan total investasi modal sebesar US$40 miliar (berarti lebih 8 X lebih besar dari Proyek Tangguh).

Oleh sebab Pertamina harus menggandeng investor asing untuk memberdayakan lapangan gas terbesar di Asia Tenggara itu. Ada beberapa argumentasi penting, mengapa ExxonMobil - sebagai investor perintis pantas diberikan kesempatan ulang untuk bekerja sama dengan Pertamina. Pertama, mayoritas proyek injeksi gas besar dunia dioperasikan atau dimiliki sebagian oleh ExxonMobil. Kedua, ExxonMobil termasuk pemimpin dalam teknologi pemisahan CO2, karena memiliki teknologi Controlled Freeze Zone (CFZ). Ketiga, pada saat ini ExxonMobil merupakan pengirim dan penjual gas CO2 terbesar di dunia. Dan, keempat, selama lebih dari 30 tahun, ExxonMobil sudah bekerja melakukan studi pengembangan Natura secara menyeluruh.

Memang Pemerintah RI dan Pertamina sepenuhnya memiliki kewenangan mutlak untuk mengeksekusi investor mana yang bakal dijadikan mitra. Namun demikian, dalam seleksi mitra investor harus berpegang teguh kepada kaidah transparansi dan jangan salah pilih investor. Kesalahan memilih mitra dipastikan akan berdampak luar biasa besar bagi perekonomian Indonesia maupun politik internasional kita.
[Sumber : JURNAL NASIONAL. Tulisan ini juga bisa dilihat di :

Penolakan Cagub BI

[Indonesia Care Group] - Gubernur Bank Indonesia (BI) memiliki tanggung jawab urusan devisa dan harus mampu membangun persepsi yang baik sehingga ada jaminan stabilitas moneter.

Jika yang diusulkan adalah orang yang bisa trading saja, perkembangan bank sentral ke depan bakal terancam. Demikian antara lain argumentasi Tjahjo Kumolo, Ketua Fraksi PDIP yang menolak calon Gubernur BI dari pemerintah.

Alasan penolakan DPR-RI terhadap cagub BI sebenarnya masuk akal. Tidak ada salahnya jika pemerintah mengedepankan sikap legowo dan rendah hati untuk menyikapi penolakan DPR-RI terhadap Dirut Bank Mandiri Agus Martowardoyo dan Wakil Dirut Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Raden Pardede. Pemerintah tidak perlu menyikapi penolakan fraksi-fraksi DPR-RI itu secara emosional. Sepantasnya disikapi bijaksana dan dengan kepala dingin. Bagaimana pun, sejarah adalah guru yang baik. Di dunia manapun, jarang terjadi organisasi bank sentral yang seharusnya independen tiba-tiba dipimpin mantan dirut bank umum.

Di Indonesia pun belum ada sejarahnya BI dipimpin mantan dirut bank umum, BUMN sekalipun. Nama-nama terkenal seperti Radius Prawiro (alm), Rachmat Saleh, Arifin M. Siregar, Adrianus Mooy, Soedradjad Djiwaddono, Syahril Sabirin, dan Burhanudin Abdullah merupakan firgur Gubernur BI yang tidak berasal dari pejabat bank umum.

Mengapa demikian? Menghindari conflict of interest atau benturan kepentingan.

Apakah kita akan menganut paham konvensional seperti dianut negara-negara di dunia pada umumnya atau kita akan menjungkirbalikkan paham konsensional yang sudah ada? Silakan tanya pada rumput yang bergoyang...

[Sumber : INILAH DOTCOM. Tulisan ini juga bisa dilihat di :

Senin, 03 Maret 2008

Siapakah Biang Kerok Kegaduhan BLBI ?

[BLBI Monitor Network] - Akhirnya Kejaksaan Agung (Kejakgung) tidak menemukan perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi dalam dua kasus Bank Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pada kesempatan itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman juga mengumumkan pembubaran tim 35 jaksa yang bertugas menyelidiki dua kasus BLBI tersebut sekaligus menghentikan penyelidikan kasus tersebut.

Keputusan Kejagung tersebut relevan dengan logika keadilan hukum bisnis. Bagaimana mungkin, obligor yang dinilai pemerintah sebagai obligor yang kooperatif, dianiaya melalui berbagai unjuk rasa oleh para aktivis mahasiswa, dan juga dibombardir berita negatif yang berasal dari anggota DPR-RI.

Sebaliknya, obligor yang jahat dan tidak kooperatif (seperti yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR-RI), justru tidak tersentuh hukum - bahkan sebagian sukses ngumpet di luar negeri.

Oleh sebab itu, sebaiknya aparat hukum, baik Polri maupun Kejagung mengusut siapa konglomerat hitam yang menjadi biang kerok dan sponsor di balik kegaduhan BLBI selama ini. Selain merepotkan pemerintah karena membuang-buang energi dengan membuka kasus lama yang sudah closed, tekanan publik melalui unjuk rasa dan pernyataan negatif, sudah menorehkan citra negatif terhadap iklim investasi di Indonesia.

Berbagai kalangan kritis memprediksi, ada desain besar yang disponsori oleh konglomerat hitam untuk meluluhlantakkan tatanan hukum bisnis investasi setelah dia mereguk keuntungan ekonomis dan politis sekaligus. Dalam hal kepentingan ekonomis, konglomerat hitam itu hanya ingin mengeruk keuntungan tanpa mau mempertanggungjawabkan kewajiban utang-utang.

Konglomerat hitam sudah mengambil alih aset obligor BLBI melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan harga yang murah, namun tidak mau membayar kewajiban kepada pihak ketiga.

Pengusutan terhadap konglomerat hitam seperti ini pastilah akan memberikan citra positif terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Adalah political will pemerintah untuk memberangus konglomerat hitam seperti ini? Sebaiknya pemerintah yang menjawab pertanyaan ini.

[Sumber : JURNAL NASIONAL. Tulisan ini juga bisa dilihat di :

Minggu, 02 Maret 2008

Siapakah Biang Kerok Kegaduhan BLBI?

Akhirnya Kejaksaan Agung (Kejakgung) tidak menemukan perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi dalam dua kasus Bank Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pada kesempatan itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman juga mengumumkan pembubaran tim 35 jaksa yang bertugas menyelidiki dua kasus BLBI tersebut sekaligus menghentikan penyelidikan kasus tersebut.

Keputusan Kejagung tersebut relevan dengan logika keadilan hukum bisnis. Bagaimana mungkin, obligor yang dinilai pemerintah sebagai obligor yang kooperatif, dianiaya melalui berbagai unjuk rasa oleh para aktivis mahasiswa, dan juga dibombardir berita negatif yang berasal dari anggota DPR-RI. Sebaliknya, obligor yang jahat dan tidak kooperatif (seperti yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR-RI), justru tidak tersentuh hukum. Bahkan sebagian, sukses ngumpet di luar negeri.

Oleh sebab itu, sebaiknya aparat hukum, baik Polri maupun Kejakgung mengusut siapa konglomerat hitam yang menjadi biang kerok dan sponsor dibalik kegaduhan BLBI selama ini. Selain merepotkan pemerintah karena membuang-buang energi dengan membuka kasus lama yang sudah closed, tekanan publik melalui unjuk rasa dan pernyataan negatif, sudah menorehkan citra negatif terhadap iklim investasi di Indonesia.

Berbagai kalangan kritis memprediksi, ada disain besar yang disponsori oleh konglomerat hitam untuk meluluh-lantakan tatanan hukum bisnis investasi setelah dia mereguk keuntungan ekonomis dan politis sekaligus. Dalam hal kepentingan ekonomis, konglomerat hitam itu hanya ingin mengeruk keuntungan tanpa mau mempertanggungjawabkan kewajiban utang-utang.

Konglomerat hitam sudah mengambilalih asset obligor BLBI melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan harga yang murah, namun tidak mau membayar kewajiban kepada pihak ketiga. Pengusutan terhadap konglomerat hitam seperti ini pastilah akan memberikan citra positif terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. (SBY). Adakah political will pemerintah untuk memberangus konglomerat hitam seperti ini? sebaiknya pemerintah yang menjawab pertanyaan ini.

[Sumber : OKEZONE DOTCOM. Tulisan ini juga bisa dilihat di :

Rabu, 27 Februari 2008

Pemilihan Gubernur BI

[INILAH DOTCOM : The Indonesia Watch] - Pergantian Gubernur BI seharusnya berjalan lebih baik dari pemilihan Dirut Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jangan sampai terjadi seperti ketika pemerintah memperlakukan BUMN. Jika ini terjadi, bisa dipastikan stabilitas moneter Indonesia bakal terganggu.

Tidak ada salahnya Indonesia meniru suksesi pergantian pucuk pimpinan bank sentral yang berjalan tanpa gejolak. Misalnya, Alan Grenspan mulai memberikan peran kepada Bernanke saat ia mulai mengambil ancang-ancang mundur dari The Fed. Suksesi pun berjalan mulus.

Pasar melihat bahwa anggota Dewan Gubernur BI yang ada saat ini punya kredibilitas yang tinggi dan sepantasnya dilanjutkan. Hal ini bisa terjadi jika salah satu anggota Dewan Gubernur diberi kesempatan meneruskan kepemimpinan Burhanuddin Abdullah.

Kalangan DPR-RI sudah mensyaratkan bahwa figur yang memahami masalah moneter dan punya jaringan internasional yang seharusnya dipilih menjadi Gubernur BI.

Berdasarkan kriteria itu, kalangan DPR-RI pun menilai kandidat yang diajukan Presiden SBY saat ini belum memiliki kemampuan sepadan untuk menduduki kursi Gubernur BI.

Persoalannya, kalau mengurusi level mikro saja tidak bisa menciptakan ketenangan,

apalagi mengurusi industri perbankan yang lebih luas? Karena itu, pemerintah sebaiknya menerima usulan DPR-RI untuk mengikutsertakan kandidat dari internal BI.

Kamis, 21 Februari 2008

Jangan Seperti Memilih Dirut BUMN

[The Indonesia Watch] - Pergantian Gubernur Bank Indonesia (BI) seharusnya jangan seperti memilih Dirut Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Soalnya, ada kesan pemerintah sepertinya memperlakukan BI seperti BUMN. Hal ini mengkhawatirkan, soalnya jika ini terjadi, maka bisa dipastikan kelangsungan stabilitas moneter Indonesia bisa terganggu.
Tidak ada salahnya Indonesia meniru proses suksesi pergantian pucuk pimpinan bank sentral yang berjalan tanpa gejolak. Misalnya, Alan Grenspan mulai memberikan peran kepada Bernanke saat dia mulai mengambil ancang-ancang mundur dari The Fed. Sehingga suksesi berjalan mulus.

Pasar melihat bahwa anggota Dewan Gubernur BI yang ada saat ini pun memiliki kredibilitas yang tinggi dan seharusnya bisa dilanjutkan. Hal ini bisa terjadi, apabila salah satu anggota Dewan Gubernur dapat meneruskan kepemimpinan Burhanuddin Abdullah.
Kalangan DPR-RI sudah mensyaratkan bahwa figur yang memiliki kemampuan moneter yang tinggi dan jaringan internasional yang kuat merupakan prasyarat utama untuk menjadi gubernur BI. Dan ia melihat calon yang diajukan Presiden saat ini belum memiliki kemampuan yang sepadan untuk menduduki kursi Gubernur BI.
Persoalannya, kalau mengurusi level mikro saja tidak bisa menciptakan ketenangan, apalagi mengurusi yang industri perbankan yang lebih luas? Tidak ada pilihan lain, sebaiknya pemerintah menerima usulan DPR-RI untuk mengikutsertakan calon internal BI untuk maju sebagai Gubernur BI. Semoga. [Sumber : LIPUTAN 6. Baca juga di OKEZONE DOTCOM,

Jumat, 15 Februari 2008

Pertanyakan Konsistensi Kebijakan Investasi Asing

[Indonesia Care Group] - Konsistensi kebijakan investasi asing kembali dipersoalkan oleh sejumlah investor yang bergerak di dalam industri energi. Soalnya, pemerintah terkesan gampang memberikan cap negatif sehingga menabrak iklim kondusif bagi investor asing. Tidak mengherankan, jika kemudian Newmont lebih memilih penyelesaian arbitrase internasional ketimbang diurus pejabat RI.
Tentu saja indeks citra pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak market friendly akan semakin melorot tajam di mata internasional, jika persidangan arbitrase mulai digelar. Ke depan, sebaiknya pemerintah hati-hati dalam memberikan pernyataan—apalagi mengambil keputusan-keputusan penting di sektor ini—jika tidak ingin investor kabur ke negara lain dengan resiko akan menghadapi bumerang kampanye negative dari raksasa bisnis internasional.
Oleh karena itu, baik sekali jika pemerintah membatasi ruang gerak pejabat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) agar berpuasa memberikan pernyataan, namun berikanlah ruang gerak seluas-luasnya untuk berpromosi dan menangguk investor asing sebanyak-banyaknya. Untuk menjelaskan masalah ini, sebaiknya diberikan kepada pejabat terkait saja yang lebih bijaksana, yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sebagaimana dipahami, dalam dunia usaha, dikenal dengan pepatah my word is my bond, jadi apa yang diomongkan bukan hanya merupakan janji, namun juga mencerminkan kelakuan kita. Bijaksanakah, atau adakah conflict of interest atau adakah kepentingan tertentu di situ, atau sebaliknya. Tentu, yang bisa menjawab pertanyaan ini adalah nurani yang tidak berbohong. Terima kasih.
[Sumber : SINAR HARAPAN. Tulisan ini juga bisa dilihat di :

Kegaduhan BLBI Ternyata Manuver Politik Doang!

[BLBI Monitor Network] - Kegaduhan dan hiruk-pikuk seputar Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terbukti hanya sebatas perpolitikan saja. Setelah mendengarkan penjelasan pemerintah yang mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terbukti bahwa baik pemerintah maupun kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya semacam panggung sandiwara saja.

Kami sangat prihatin dan bersedih, karena ternyata masih banyak obligor - pengemplang BLBI yang sangat tidak kooperatif, ternyata belum memperoleh tindakan hukum yang memadai. Sedangkan obligor yang kooperatif, justru dianiaya melalui kampanye hitam secara semena-mena. Melalui berbagai media komunikasi, baik melalui demonstrasi, maupun statemen pedas vokalis dari Senayan.

Sungguh memprihatinkan sekali memotret dunia perpolitikan dan dunia hukum di tanah air kita ini. Sikap pemerintah, DPR dan Kejaksaan Agung juga hampir sama seperti demonstran, secara sistematis dan terus-menerus membawa penyelesaian kasus BLBI ke ranah politik, tapi hasilnya apa? Keterangan pemerintah pada Sidang Interpelasi DPR menyebutkan ada 10 konglomerat yang masuk dalam kategori obligor bermasalah dan 7 obligor yang statusnya belum selesai.

Ternyata masih banyak obligor dari yang tidak kooperatif sampai dengan tingkat yang membangkang hingga saat ini ternyata masih berkeliaran bebas di dalam negeri dan di luar negeri. Lalu, apa prestasi dan partisipasi aparat hukum, dalam hal ini Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang masih menggantung itu. Mengapa justru Anthony Salim (Salim Group) dan Syamsul Nursalim (Gajah Tunggal Group) yang dianggap pemerintah obligor kooperatif justru menjadi bulan-bulanan empuk para demonstran dan vokalis Senayan serta oknum aparat?

Kami khawatir, ada agenda terselubung di balik kegaduhan dan hiruk-pikuk BLBI ini. Sehingga ada pihak-pihak tertentu yang mengambil keuntungan dari persoalan ini. Semoga pihak aparat hukum bisa mengurai, siapa saja yang menangguk keuntungan dari kegaduhan dan hiruk-pikuk ini.

[Sumber : OKEZONE DOTCOM. Tulisan ini juga bisa dilihat di : JURNAL NASIONAL,