Karena itu, BP Migas pun seharusnya bisa bisa menanggapi tuduhan Indonesia Coruption Watch (ICW) soal adanya penyimpangan yang terjadi pada kurun waktu tahun 2000-2007 dari penerimaan dari minyak dan gas (migas) yang masuk ke kantong negara sebesar Rp 194 triliun.
Hal demikian sangat penting untuk direspon agar rakyat mengetahui duduk persoalannya. Jika memang benar yang terjadi demikian, maka wajar saja jika bangsa ini selalu dibelit persoalan krisis energi. Jika tidak benar, argumentasinya pun harus jelas, karena rakyat sebenarnya sudah lelah dengan penderitaan krisis energi yang berkepanjangan.
Seperti diketahui, perhitungan sebesar total Rp 194 triliun yang ditemukan ICW merupakan kalkulasi dari berbagai sumber data yakni Kementerian ESDM, BP Migas, dan Dirjen Migas. ICW telah melkukan kroscek data untuk laporan hasil keuangan berdasarkan LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat) di Depkeu. Dari hasil riset ICW tersebut ditemukan adanya kekurangan penerimaan minyak Rp 194 triliun.
Penyimpangan terjadi karena angka produksi minyak
Selain itu, pola bagi hasil antara pemerintah dengan kontraktor seharusnya 85:15 tapi dari hasil audit BPK mengindikasikan bagi hasil minyak
Mudah-mudahan, KPK bisa menemukan penyimpangan-penyimpangan di lingkungan ESDM agar persoalannya bisa segera diketahui. Dengan demikian maka akan membawa dampak positif bagi solusi atas persoalan krisis energi -- seperti yang masih terjadi sekarang ini. Terima kasih.
2 komentar:
KPK perlu kita dukung. Pekerjaan mereka semakin lama semakin bagus. Para pejabat butuh "fear factor" dari KPK ini agar tidak berbuat macam2.
Iya tuh, kita support penuh KPK dalam mengungkap semrawutnya (sengaja dibikin semrawut) sistem perminyakan di Indonesia ini, kita negara produsen bukan hanya minyak mentah, ada batubara (PLTU katanya kekurangan pasokan Batubara-->ironis), dan banyak tambang lainnya yg sdh berpuluh2 tahun tidak pernah disinggung tentang hasil usahanya, Jangan sampai rakyat disuruh berhemat terus, cape deh :D
Posting Komentar